Bandung.Swara Wanita.
Pangdam III/Siliwangi Mayor Jenderal TNI Doni Monardo berkesempatan mengundang puluhan Jurnalis yang tergabung dalam Jurnalis Siliwangi untuk Indonesia (JSI) untuk membahas berbagai persoalan Sungai Citarum di acara bertajuk “Silaturahmi Pangdam III/Siliwangi dengan Insan Media”, Jumat pagi, (2/3/2018), di Kalpa Tree Dine and Chill jalan Kiputih Bandung, turut hadir Kapendam III/Siliwangi Kolonel Arh Desi Ariyanto.
Pangdam III/Siliwangi Mayor Jenderal TNI Doni Monardo ketika acara tanya jawab dengan Jurnalis Siliwangi untuk Indonesia (JSI) mengatakan, sebenarnya mengurus limbah industri merupakan sebuah program yang tidak terlalu sulit dilakukan. “Sebelum membuat industri, sudah pasti perusahaan membuat ijin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdal,” tegasnya.
Seperti diketahui, jumlah industri di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sekitar 3.200 industri dan industri tekstil sekitar 2.000 perusahaan, bahkan sebanyak 1.900 industri, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) belum sesuai dengan yang diharapkan, “Sebanyak 300.000 ton limbah industri dibuang ke sungai Citarum setiap harinya, maka bisa dikatakan industri adalah penyumbang kehancuran ekosistem di sungai Citarum,” tegas Pangdam.
“Saya telah beberapa kali mengikuti pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup RI dan beberapa instansi di Jawa Barat yang memiliki kewenangan mengurus masalah sungai Citarum, ternyata masih ada tumpang tindih antara kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dengan dengan pihak Kepolisian,” ungkap Pangdam, Ke depannnya saya berharap penegakan hukum terhadap industri pembuang limbah hanya satu pintu yaitu oleh pihak kepolisian,” tegasnya.
Pangdam III/Siliwangi
Mayor Jenderal TNI Doni Monardo sempat menceritakan kepada para Jurnalis
pengalamannya ketika meninjau industri tekstil di Jawa Tengah pada 2 November
2017. “Saat itu saya belum dilantik menjadi Pangdam III/Siliwangi,” ungkapnya.
“Saya melihat di industri
tekstil Jawa Tengah tersebut ketika sebuah proses pengolahan air limbah
menggunakan cairan kimia secara perlahan keluar dari tangki, dan proses
terakhirnya adalah mengalir ke sebuah kolam yang di dalamnya ada ikan,” kata
Pangdam, “Limbah yang sudah melalui proses tersebut ternyata lebih jernih dari
sungai yang ada di bawah industri tekstil tersebut,” ujarnya.
Pangdam mengungkapkan,
dirinya mengapresiasi adanya perusahaan yang setiap harinya mengeluarkan biaya
sebesar 5 juta rupiah hanya untuk proses pengolahan limbah, Biaya memproses
limbah memang besar, tetapi mahalnya biaya tersebut tidak sebanding dengan kehancuran
ekosistem sungai.
Mengenai kandungan merkuri
di Situ Cisanti, Pangdam mengungkapkan keheranannya, Kandungan merkuri di Situ
Cisanti sudah melampaui ambang batas.
“Di sekitar Citarum tidak
ada usaha pertambangan, tetapi air sungai Citarum mengandung merkuri, bahkan
ikan di sungai Citarum mengandung merkuri juga, kemungkinan merkuri tersebut
berasal dari pupuk kimia, dan saat ini tengah diselidiki,” ungkap Pangdam.
Pangdam menghimbau kepada para pemilik industri di sekitar sungai Citarum agar memiliki kesadaran untuk tidak membuang limbah ke sungai Citarum. “Cepat atau lambat, semua orang di Jawa Barat akan bersentuhan dengan Citarum, yaitu lewat makanan dan minuman,” ujarnya.
“Seperti diketahui,
sejumlah negara memberikan penghargaan bagi pihak-pihak yang menjaga lingkungan
hidup. Maka Presiden RI Joko Widodo ketika meninjau Situ Cisanti memberikan
batas waktu dua tahun untuk membereskan masalah Sungai Citarum, Saya berharap
perlunya hukuman moral bagi para pencemar lingkungan,” tegasnya.
Pangdam mengakui masalah pencemaran lingkungan di sungai Citarum sudah mendesak, namun apabila perusahaan yang membuang limbah langsung ditutup akan muncul persoalan baru, yaitu timbulnya PHK.
Lebih lanjut Pangdam
menegaskan kepada para Jurnalis, bahwa ke depan, siapapun Gubernur Jawa Barat
dan Pangdam III/Siliwangi, program Sungai Citarum tidak akan berhenti dan terus
berlanjut. “Tinggal bagaimana Komandan sektor penentu untuk bisa mengkoordinir
instansi di daerahnya untuk bekerja sebagaimana mestinya,” ujarnya.
Mengenai anggaran, Pangdam menegaskan, Kodam III/Siliwangi tidak menerima anggaran, “Anggaran jatuh ke tangan Komandan Sektor. Anggaran tersebut untuk uang makan, uang menginap, dan uang saku para prajurit yang membersihkan sungai Citarum,” ungkapnya.
“Kita ingin masyarakat
yang tinggal di sekitar sungai Citarum mendapatkan manfaat dari program ini,
saat ini memang baru 1.800 satgas yang turun, tetapi nantinya akan ada 7.100
pasukan dari Kodam Bukit Barisan, Sriwijaya, Diponegoro, Brawijaya, Marinir,
Paskhas, dan tentu saja Pasukan Kodam III/Siliwangi,” ungkap Pangdam.
“Bisa dibayangkan nantinya
biaya yang dikeluarkan oleh 7.100 pasukan untuk makan dan menginap di rumah
penduduk, sebagai contoh, per hari saja satu tentara membayar 20 ribu rupiah
kepada penduduk, bila tiga tentara tinggal di rumah penduduk, maka sang pemilik
rumah mendapatkan uang 1,8 juta rupiah setiap bulannya,” ungkap Pangdam, “Maka
saat ini kehadiran tentara sangat di tungu-tunggu oleh penduduk sekitar
Citarum,” ujarnya.
“Uang makan setiap tentara yang bertugas membersihkan sungai Citarum sebesar 50 ribu rupiah per hari, belum lagi uang saku yang pasti dibelanjakan, maka bisa dibayangkan perputaran uang yang dapat meningkatkan perekonomian penduduk di sekitar Citarum,” ungkap Pangdam.
“Satu tentara bisa
menghabiskan 3 juta rupiah per bulan, maka bisa dibayangkan apabila 7.100
tentara turun ke daerah-daerah di sekitar sungai Citarum, maka perputaran
uangnya luar biasa yaitu 21 miliar rupiah, dan tentu saja dapat meningkatkan
taraf ekonomi penduduk sekitar Citarum,” ungkap Pangdam, “Inilah roh dari
sebuah program untuk menyelesaikan masalah lingkungan,” tegasnya.
Mengenai masalah sampah,
Pangdam mengungkapkan, Babinsa dan Danramil sudah mendapat arahan agar RT/RW di
sekitar sungai Citarum membentuk pengolahan sampah, “Sampah di Daerah Aliran
Sungai Citarum setiap harinya sebanyak 20.000 ton, dan 70 persennya tidak
terangkut, maka saat ini kami sedang bekerja membantu masyarakat untuk
menghasilkan pupuk organik dari sampah, dan pastinya masyarakat sekitar Sungai
Citarum akan kita sejahterakan,” tegasnya.
Mengenai lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Citarum, Pangdam mengungkapkan sebesar 79 ribu hektar merupakan lahan kritis, “Tugas kami salah satunya adalah mengembalikan lahan kritis dan sangat kritis menjadi seperti semula,” ungkap Pangdam, “Ironis saat ini kawasan PTPN telah berubah semuanya menjadi kebun wortel dan kentang,” ujarnya, “Bahkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat dan Kepala BPDAS Citarum Ciliwung mengungkapkan, 1.000 hektar lahan konservasi berubah menjadi kebun,” pungkas Pangdam.(dh)
0 Komentar