BANDUNG,SJN COM. -DPRD Provinsi Jawa Barat sedang
membahas rencana peraturan daerah (Raperda) tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan (PAPK). Dengan Raperda ini diharapkan kesenjangan antara
pendidikan umum dan pendidikan agama bisa sama, tidak terkecuali gaji gurunya.
Maklum saat ini gaji guru agama masih ada yang sebulannya hanya Rp100 Ribu.
Selain itu, juga ada 4 raperda lain yang tengah
digarapnya. "Raperda tersebut digarap dengan harapan bisa menjadi rujukan
untuk visi Gubernur Jawa Barat Jabar Juara Lahir Batin," kata Ketua BP
Perda DPRD Provinsi Jawa Barat, Drs.KH. Habib Syarief Muhammad Alaydrus
saat bincang-bincang dengan wartawan yang tergabung dalam Jabar Media Grup di
ruang kerja BP Perda Jl Diponegoro No27, Bandung, Senin (21/1/2019).
Habib Syarief Muhammad Alaydrus menjelaskan disebut
demikian karena ada kata lahir dan batin dalam visi Gubernur Jawa Barat.
"Karena ada kata lahir dan batin dalam visi
tersebut, konsekwensinya akan banyak bersinggungan dengan keagamaan. Oleh
karena itu, salah satu OPD (organisasi perangkat daerah) yang berada di
Provinsi, yang namanya Yansos dan Bansos mengajukan satu Raperda
tersebut," katanya.
Oleh karena itulah, politisi dari PPP berkeyakinan
Raparda PAPK akan menjadi pioner, karena baru pertama kalinya digarap di Jawa
Barat.
"Karena sementara ini, yang kami dengar belum ada
satu daerah pun yang memiliki perda ini," jelas Habib Syarief.
Kenapa demikian, karena argumen-argumennya mudah
dipahami, baik dari sisi filosofi, sosiologi maupun dari segi yuridisnya.
Karena itu, menurut Habib Syarief tidak berlebihan juga
bila dikatakan, raperda ini akan menjadi satu solusi, satu terobosan, satu
jalan keluar untuk bisa mengangkat sekaligus merubah citra pendidikan agama dan
keagamaan di Jawa Barat.
"Kalau sementara ini, untuk Jawa Barat sendiri kita,
punya Perda No.5/2017, namun perda ini belum bisa mengcover persoalan-persoalan
pendidikan keagamaan," terangnya.
Untuk itulah, untuk pendidikan keagamaan Yansos
menyampaikan satu usulan agar bisa dibuatkan perda tersendiri yang namanya
perda pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
Usulan Yansos tersebut digulirkan karena selama ini
adanya ketimpangan dan kepincangan untuk pendidikan agama.
Hal tersebut sedikitnya menyangkut 4 hal yang pertama
minimnya sumber daya manusia (SDM) untuk bisang keagamaan.
Jadi kita melihat SDM-SDM yang banyak berkecimpung
dimasalah pendidikan agama terutama dari sisi kualitas dan juga sisi penguasaan
penguasaan ilmu itu sendiri, kurang memadai, dan juga belum mendapatkan
penghargaan yang layak.
"Kita sangat prihatin, kita masih banyak mendengar,
guru-guru agama itu, per bulan hanya menerima honor itu paling besar 100 ribu
rupiah per bulan, dan itu ada kalanya dibayar satu tahun sekali,"
terangnya.
Selain itu, ada satu kondisi lagi, yang juga cukup
memprihatikan yaitu sarana dan prasarana pendidikan agama. Sarana prasarananya
sangat jauh tertinggal, atau sangat bersahaja.
"Sarana dan prasarana pendidikan umum, inisiasinya
banyak muncul dari pemerintah, sementara sarana pendidikan agama inisiasinya
banyak muncul dari masyarakat," ungkap politisi PPP asal daerah pemilihan
Kota Bandung - Kota Cimahi.
Oleh karena itu, menurut Habib Syarief, terlihat jelas
ketimpangannya, atau ada gap, seakan-akan pendidikan agama itu mewakili lapisan
bawah, sementara pendidikan umum untuk kelas atas.
Dari segi kurikulum, tambah Habib Syarief, pendidikan
umum sudah sangat maju artinya setiap ada perkembangan dan perubahan selalu
mencoba untuk bisa menyesuaikan diri dalam waktu yang singkat. Sementara
pendidikan agama, masih sangat terlambat.
Habib Syarief berharap pemerintah daerah seharusnya
memberikan perhatian yang lebih khusus kepada pendidikan agama, perhatiannya
tidak cukup hanya dari pemerintah pusat saja.
"Memerlukan kehadiran, kepedulian dan keberpihakan
dari berbagai level pemerintah yang ada. Tarulah untuk tingkat provinsi disini
kita berharap ada kehadiran dan keberpihakan pak gubernur, dari tingkat kota
kabupaten dan ada keberpihakan dari pak bupati dan pak walikota,"
pungkasnya. (die)
0 Komentar