BANJARMASIN.SWARAWANITA NET.-– Keluarga,
utamanya orang tua sebagai unsur terdekat Anak Penyandang Disabilitas memiliki
kewajiban dan tanggung jawab tinggi atas perlindungan mereka. Pelaksanaan
perlindungan terhadap Anak Penyandang Disabilitas memang tidak selalu
mendapatkan jalan yang mulus, tapi juga memiliki hambatan dan tantangan. Namun,
orang tua tidaklah sendiri, masyarakat dan pemerintah harus ikut berperan terutama
terkait pelaksanaan kebijakan demi pemenuhan hak dan perlindungan terbaik bagi
Anak Penyandang Disabilitas.
“Jangan pandang remeh Anak Penyandang Disabilitas. Kita
semua harus sadar bahwa Anak Penyandang Disabilitas adalah anak kita semua.
Tumbuhnya kemampuan dan kepercayaan diri mereka berawal dari keluarga yang
memberikan pemahaman bahwa semua makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa adalah
sama. Selain dibutuhkan ketulusan dan kesadaran keluarga untuk memberikan
perlindungan kepada mereka, masyarakat dan pemerintah juga harus ikut berperan,
terutama dalam memberikan perlindungan terhadap diskriminasi dan melaksanakan
regulasi demi memenuhi hak mereka. Ingat, orang tua tidak sendirian dalam
merawat anak – anak mereka,” jelas Deputi Perlindungan Anak Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar pada Forum
Komunikasi Keluarga Anak Penyandang Disabilitas di Banjarmasin, Provinsi
Kalimantan Selatan. Banjarmasin Kamis (16/5)
Nahar menambahkan, terdapat beberapa kebijakan terkait
Anak Penyandang Disabilitas, di antaranya kesehatan, sosial, dan pendidikan.
Misalnya, bagaimana ketika Anak Penyandang Disabilitas tersebut memerlukan
layanan dari Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Keberadaan pemerintah,
dalam hal ini kemen PPPA dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(P3A) di daerah adalah untuk melakukan upaya yang sifatnya membutuhkan
koordinasi, memberikan pelayanan, dan penguatan kelembagaan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) 2019, jumlah Anak Penyandang Disabilitas yang
bersekolah ada 134.045 anak dan tersebar di 2.209 Sekolah Luar Biasa (SLB)
seluruh Indonesia.
Salah satu orang tua Anak Penyandang Disabilitas, Latifah
mengatakan bahwa dirinya selalu menanamkan prinsip kasih sayang dan terus
memotivasi anaknya agar mendalami potensi atau bakat yang ada dalam dirinya
ketimbang harus bersedih ketika diejek oleh teman – temannya. Ia juga berharap
agar pemerintah bisa mendukung anaknya untuk terus mengenyam pendidikan tanpa
hambatan.
“Jujur saya merasa bersyukur dikaruniai Anak Penyandang
Disabilitas. Saya menanamkan prinsip kasih sayang dan kesabaran ketika merawat
anak saya. Ketika ia mengalami diskriminasi oleh teman – teman sebayanya, saya
langsung mengarahkannya untuk menjalani kegiatan yang ia sukai, yaitu renang.
Ia juga sangat menyukai matematika, maka dari itu saya sering mengasah
kemampuan berhitungnya melalui permainan. Saya bersyukur selama ini anak saya
bisa bersekolah di SLB tanpa hambatan. Saya juga berharap agar pemerintah bisa
terus berperan hingga anak saya mampu menyelesaikan jenjang pendidikannya,”
tutur Latifah.
Senada dengan Nahar dan Latifah, Analis Kebijakan Madya
Kementerian Sosial, Eva Rahmi Kasim mengatakan bahwa berkat keteguhan orang
tua, seorang Anak Penyandang Disabilitas mampu keluar dari stigmatisasi negatif
terhadap dirinya. Eva juga mencontohkan bagaimana Australia yang disebut sebagai
“surganya para penyandang disabilitas” mampu memberikan wadah terhadap keluarga
Anak Penyandang Disabilitas. Dalam wadah tersebut, selain berfokus pada Anak
Penyandang Disabilitas, mereka juga fokus terhadap aspirasi orang tua karena
mereka yang mengetahui kondisi anak – anak mereka.
Eva juga mendorong agar para orang tua Anak Penyandang
Disabilitas di Indonesia juga mampu melakukan advokasi dengan pemerintah untuk
pemenuhan hak, serta upaya pembelaan dan pengakuan terhadap anak – anaknya. Hal
tersebut dilakukan agar Anak Penyandang Disabilitas dapat berpartisipasi,
bermain, dan mandiri, serta keluar dari stigma negatif.
Forum Komunikasi Keluarga Anak Penyandang Disabilitas
merupakan wadah bagi keluarga yang memiliki anak penyandang disabilitas untuk
bersuara, menyalurkan aspirasi, serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman
untuk melindungi Anak Penyandang Disabilitas. Kegiatan ini menghasilkan
“Kumpulan Suara dan Asa Keluarga yang memiliki Anak Penyandang Disabilitas di
Provinsi Kalimantan Selatan” sebagai sumber edukasi bagi keluarga yang memiliki
Anak Penyandang Disabilitas di provinsi lain.
Dalam forum tersebut juga hadir beberapa narasumber
lainnya, yakni Kepala Dinas P3A Kalimantan Selatan, Husnul Hatimah, Akademisi,
Imam Yuwono, serta Pendiri Saraswati Foundation, Reshma Wijaya Bhojwani.
“Jika orang tua Anak Penyandang Disabilitas belum terlalu
paham terkait penanganan bagi anak - anaknya, jangan sungkan – sungkan mengadu
kepada dinas – dinas terkait di daerah masing – masing. Diharapkan dalam forum
ini dapat dilakukan pemetaan terhadap jumlah Anak Penyandang Disabilitas di
daerahnya masing – masing. Selain itu, semoga tetap terjalin silaturahmi antar
orang tua Anak Penyandang Disabilitas agar dapat terpantau perlindungan dan
pemenuhan hak anak – anak mereka,” tutup Nahar.
0 Komentar