Suparti
(54), perempuan pelaku usaha IR ikan pindang jenis layar dari Desa
Tambak Sari, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah merupakan salah satu
masyarakat kecil yang merasakan langsung hasil dan manfaat dari model
pengembangan IR di wilayahnya.
”Sejak
1985, saya sudah menjalankan usaha ikan pindang ini. Dulu engga punya
apa-apa, setelah dapat bantuan alat oven dan lemari untuk simpan ikan,
alhamdulillah sekarang saya sudah bisa betulin rumah, lantai sudah
dikeramik, bisa benerin tembok belakang, wc jadi bagus, bisa penuhin
kebutuhan sehari-hari untuk 7 orang. Saya senang sekali, adanya IR jadi
dibantu macam-macam, diberikan alat. Dulu tempat usaha dan alatnya masih
jelek, sekarang sudah bagus-bagus,” tutur Suparti sumringah dengan
bahasa dan logat Jawa kentalnya.
Setiap
hari di jam 2 dini hari, Suparti biasa pergi ke Pasar Sukarejo untuk
menjual ikan pindang hasil olahannya, kemudian kembali ke rumah sekitar
jam 9 sampai 10 pagi setelah dagangannya habis. Selama menjalankan usaha
IR, pasang surut pemasukan sering ia alami. Jika sedang ramai pembeli,
80 keranjang ikan pindang bisa ludes habis terjual. Omset perhari yang
didapat pun rata-rata mencapai 200 ribu rupiah.
”Tapi
kalau kualitas ikan dari nelayan sudah jelek, biasanya pembeli engga
mau beli jadinya sepi. Langganan juga banyak yang suka ngutang dulu,
bayar belakangan, jadi pemasukan sedikit. Belum lagi pas musim hujan,
ikan engga ada jadi saya terpaksa engga produksi dan jualan,” keluh
Suparti.
Namun
Suparti tetap bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah khususnya
Kemen PPPA yang telah memberikan bantuan alat untuk mendukung usahanya.
Ia berharap ke depan bisa kembali mendapat bantuan alat berupa oven
steam dan box ikan karena kondisi alat yang ia punya sudah mulai rusak.
Ukuran box untuk menaruh ikan pun terlalu kecil sehingga tidak cukup
menampung produk yang akan dijual.
Hal
serupa juga dirasakan Sutria (43), perempuan pelaku IR yang
menghasilkan produk olahan ikan pindang jenis tongkol ini, mengaku
sangat terbantu dengan program IR di desanya. Setelah mendapat bantuan
alat oven steam dan box ikan, hasil omset yang ia dapat bisa mencapai
500 ribu rupiah bahkan lebih setiap harinya. Sekarang ia pun bisa
menyekolahkan anaknya, membangun rumah, dan dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarga dengan cukup.
Di
balik cerita para perempuan pelaku IR tangguh tersebut, ada dua sosok
perempuan yang punya andil besar dalam memajukan model pengembangan IR
di Kendal khususnya di Desa Tambak Sari, mereka adalah Masruroh dan
Rosalia. Sejak 2016 hingga tahun terakhir pelaksanaan model IR ini,
mereka dengan sabar dan setia mendampingi para perempuan pelaku IR untuk
mengembangkan usaha-usaha IR di pelosok desa.
Rosalia
menjelaskan bahwa selama 3 tahun ini, perkembangan IR di Kendal
khususnya Desa Tambak Sari sudah baik dan menyentuh masyarakat secara
merata. Jumlah IR di Kendal saat ini ada sekitar 347, 150 di antaranya
telah menerima bantuan berupa alat dan pelatihan.
“Kendala
dan hambatan tentu sering kami alami, bagaimana sulitnya mengubah pola
pikir para pelaku IR dalam melakukan produksi. Pelan-pelan kami ubah
pola dan cara mereka yang salah dengan menyosialisasikan pola yang
benar. misalnya dulu mereka masih pakai koran untuk bungkus ikan
pindang, tintanya ini kan bahaya. Sekarang sudah menggunakan kertas
putih polos yang lebih aman,” ungkap Rosalia.
Senada
dengan Rosalia, Pendamping IR lainnya, Masruroh mengungkapkan bahwa
sejauh ini pemerintah Kabupaten Kendal maupun desa Tambak Sari sudah
sangat mendukung pengembangan IR dengan memberikan pelatihan-pelatihan
berupa pengolahan makanan alternatif ketika bahan baku ikan tidak ada,
seperti kripik dan kue kering.
“Kami
harap pengembangan model IR tidak berakhir di tahun ini, bantuan
kemarin sudah sangat bermanfaat bagi para pelaku IR dan memotivasi
pelaku IR lainnya. Masyarakat di sini juga masih membutuhkan dukungan,
baik berupa pelatihan maupun bantuan alat. Semoga Kemen PPPA bisa ikut
memfasilitasi bantuan lainnya karena potensi masyarakat di desa ini
cukup besar,” ujar Masruroh.
Pada
2018, Pemerintah Desa Tambak Sari telah menganggarkan pengembangan IR
dalam anggaran desa (APDes) yang digunakan untuk melakukan pelatihan
pengemasan kemasan (packing) dan membangun sentra pemindangan kepada
para pelaku IR.
“Insha
Allah di 2020 mendatang, kami akan menganggarkan lebih, jika
Kementerian bisa membantu kita bisa bersinergi. Desa Tambak Sari juga
sudah melakukan MoU dengan BumDes Desa Rowo Sari, Desa Kempo Sewu dan
Desa Sendang Sekucing untuk memperkuat komitmen dalam memasarkan hasil
IR. Desa-desa ini dipilih karena berada satu jalur dengan desa wisata
Sendang Sekucing.
Deputi
Bidang Kesetaraan Gender, Agustina Erni mengungkapkan alasan mengapa
Kendal tergolong ke dalam wilayah percontohan model IR karena dari 21
Kabupaten/Kota pelaksana program IR karena hanya Kendal lah yang
berhasil mendorong naiknya status usaha IR dari kategori IR-3 (Industri
Rumahan Maju) menuju industri kecil menengah (IKM) yaitu 2,6% (4 pelaku
IR) dari total 150 pelaku usaha IR.
“Kabupaten
Kendal juga merupakan wilayah kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI)
yang berhasil mencegah minat masyarakat khususnya perempuan di sana
untuk bekerja ke luar negeri dan menjaga ketahanan keluarga melalui
aktivitas produktif untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah,” jelas
Erni.
Erni
menilai, selain karena perempuan pengusahanya sudah maju, perhatian
dari pemerintah Kendal begitu luar biasa dalam mendukung pengembangan
IR. Mereka sudah mengadopsi IR ke dalam kebijakan pemerintah daerah,
untuk pengasapan ikan sudah punya dapur bersama yang dibantu Dinas
Koperasi dan Usaha Kelompok Menengah (KUKM). “Kami harap ke depan,
contoh ini dapat direplikasi oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya.
Sinergi di tingkat kabupaten kendal sudah terbaik, ini yang menjamin
keberlanjutannya IR sendiri,” pungkas Erni.
0 Komentar