SEMARANG.SWARAWANITA NET,-Selama ini, kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak pernah tuntas, karena data
yang tersedia demi membangun mekanisme penanganan kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak terbatas. Sistem Informasi Online
Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI – PPA) yang dikembangkan oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
hadir memberikan secercah harapan untuk menjadi sumber rujukan terkait
pencatatan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun
dibutuhkan peran Kementerian / Lembaga (K/L), pemerintah daerah, dan
unit layanan terkait demi mewujudkan hal tersebut.Semarang (6/11)
“Selama ini, data yang dijadikan pijakan
dalam melakukan mekanisme penanganan kasus anak korban kekerasan adalah
data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018,
SIMFONI-PPA, crawling media massa, dan Bagian Pengaduan Masyarakat Kemen
PPPA. Namun, ketika di lapangan, masih sulit bagi kami untuk
mendapatkan data terkait tindak lanjut suatu kasus kekerasan terhadap
anak. Misalnya seperti di mana korban dirujuk, sejauh mana proses
pengadilannya, alur layanan mediasinya, dan pendampingannya.
Hal
tersebut terjadi ketika kami berkoordinasi ke tingkat daerah namun
institusi - institusi di daerah tersebut tidak bersinergi dengan baik,”
tutur Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi
Kemen PPPA, Valentina Gintings saat berdialog dengan peserta dalam
rangkaian Rapat Koordinasi (Rakor) Sistem Data Gender dan Anak dan
Evaluasi Penyelenggaraan SIMFONI-PPA.
Valentina menambahkan, jika hanya
pemerintah yang memberikan data, maka data yang diakomodir hanya data
yang ada di permukaan saja. Oleh karenanya, dibutuhkan peran orang tua
dan masyarakat untuk melakukan pengaduan atau ikut mengakomodir
pengaduan kekerasan terhadap anak.
Terkait tenaga kerja perempuan, Asisten
Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan Kemen PPPA,
Rafail Walangitan mengatakan bahwa data yang dijadikan acuan selain dari
SIMFONI – PPA adalah pengaduan dari Rumah Perlindungan Pekerja
Perempuan (RP3) untuk pekerja perempuan dalam negeri. Lalu, Aplikasi
Safe Travel dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) untuk pekerja perempuan migran.
“Pekerja perempuan biasanya merasa malu
untuk melakukan pengaduan, dan bahkan takut dikeluarkan dari perusahaan
apa mereka mengadu. Hal inilah yang membuat Kemen PPPA menjemput bola
untuk mendatangi para pekerja perempuan dengan mendirikan Rumah
Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3). Data kasus pada RP3 juga dijadikan
data acuan bagi mekanisme penanganan pengaduan bagi pekerja dalam
negeri. Sementara, terkait mekanisme penanganan pengaduan bagi pekerja
migran masih menggunakan data acuan dari aplikasi Safe Travel dan
BNP2TKI,” tutur Rafail.
“Masing – masing isu terkait kekerasan
terhadap perempuan dan anak selain merujuk pada SIMFONI – PPA, memang
memiliki stakeholder terkait yang juga dijadikan rujukan, seperti Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP –
TPPO) terkait perdagangan orang, dan BNP2TKI terkait pekerja migran
perempuan. Hal tersebut tidak menjadi masalah. Namun, diharapkan
nantinya data – data dari stakeholder tersebut dapat diintegrasikan
dengan SIMFONI - PPA,” tutur Kepala Biro Perencanaan dan Data Kemen
PPPA, Fakih Usman.
Lebih jauh lagi, Fakih mengatakan bahwa
SIMFONI - PPA akan bekerja sama terkait data dengan Komisi Nasional
(Komnas) Perempuan dan Forum Pengada Layanan. SIMFONI - PPA juga
meminimalisir terjadinya pengulangan pencatatan data kasus kekerasan
karena juga telah bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (Disdukcapil) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait
pemanfaatan data kependudukan, sehingga SIMFONI - PPA terhubung dengan
Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Untuk menjadi lebih kuat atau menuju
generasi ke – 4, SIMFONI – PPA harus didukung dengan pengintegrasian
data yang lebih banyak. Oleh karenanya, dibutuhkan dukungan dari K / L,
pemerintah daerah, serta unit layanan lainnya untuk dapat terhubung
dengan sistem SIMFONI - PPA. Kami berharapan bahwa SIMFONI – PPA akan
menjadi rumah dan satu – satunya rujukan bersama untuk pencatatan data
kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutup Fakih.
0 Komentar