MALANG.SWARAWANITA NET,-Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menerjunkan tim untuk menindaklanjuti kasus perundungan yang menimpa pelajar SMPN 16 Malang, Jawa Timur. Kedatangan tim yang dipimpin Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings untuk memastikan MS (13), anak korban perundungan mendapat pendampingan pemulihan baik secara fisik maupun psikologis yang optimal.“Saat ini, MS sudah kembali ke rumah, kondisi kesehatannya juga sudah membaik dan sedang dalam proses pemulihan. Sejak mendapat perawatan di rumah sakit hingga menjalani proses pemulihan di rumah, korban yang mengalami penurunan berat badan sebanyak 9 kg ini telah mendapat pendampingan psikolog dari HIMPSI Kota Malang. Rencananya MS akan menjalani sesi konseling setiap minggu untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya,” ungkap Valentina dalam keterangannya pada Konferensi Kasus Perundungan Anak di Kota Malang (13/2).
Selain
untuk memastikan kondisi dan proses pendampingan korban, Valentina dan
tim juga melakukan koordinasi dan menyamakan persepsi terkait penanganan
kasus perundungan yang menimpa MS. Valentina menegaskan mekanisme
pendampingan yang diberikan harus sesuai peraturan yang berlaku karena
menghilangkan trauma anak memakan waktu yang lama. Pendampingan
diberikan tidak hanya bagi anak korban tapi juga anak pelaku.
“Kemen
PPPA sebelumnya hanya memiliki tugas dan fungsi koordinasi namun sejak
2020, Presiden RI, Joko Widodo telah menambah fungsi Kemen PPPA dengan
fungsi implementasi sehingga pihak kami boleh lakukan pendampingan
sampai kepada rujukan akhir pada korban. Oleh karena itu, kami hadir
untuk memastikan pendampingan yang diberikan kepada korban maupun pelaku
yang masih di bawah umur dapat terpenuhi dengan baik hingga proses
rujukan akhir,” ujar Valentina.
Terkait
penanganan hukum, Kemen PPPA menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik
namun pihaknya akan terus memastikan aparat hukum menggunakan UU Nomor
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) karena pelaku
masih berusia anak yaitu 13 tahun. Mengacu pada UU SPPA keadilan
restoratif dalam proses hukumnya dapat dijalankan untuk mengusung
keadilan yang sifatnya memulihkan, baik untuk pelaku maupun korban.
Valentina
menambahkan dalam kasus yang melibatkan anak ini diversi dapat
diberikan dalam bentuk pengembalian kerugian demi kepentingan terbaik
bagi anak korban maupun anak pelaku. Korban juga berhak memperoleh
restitusi berupa ganti rugi akibat penderitaan yang ditimbulkan dari
tindak pidana, berupa penggantian biaya perawatan medis dan/atau
psikologis. Sejauh ini, pelaku sudah membuat surat pernyataan untuk
menanggung pembiayaan pengobatan korban. Para pelaku masih terus
didampingi psikolog agar tidak mengalami trauma dan mendapatkan keadilan
restoratif sehingga dapat kembali ke sekolah.
Kasat
Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Yunar Hotma menyampaikan hingga
saat ini para pelaku masih ditetapkan sebagai saksi dan masih
bersekolah, mereka akan diproses sesuai prosedur yang berlaku karena
masih tergolong usia anak.
Kemen
PPPA sendiri memiliki program Disiplin Positif yang ditujukan untuk
mencegah adanya kekerasan di sekolah dengan melibatkan guru.
“Untuk
kasus kekerasan seperti ini, upaya pencegahan menjadi prioritas, dengan
memperkuat sistem perlindungan anak mulai dari sekolah, rumah, dan
lingkungannya. Salah satunya melalui peningkatan pemahaman tenaga
pendidik mengenai disiplin positif. Disiplin positif diterapkan dengan
membuka ruang dialog antara guru dan murid terkait berbagai persoalan
yang dihadapi murid, karena selama ini komunikasi yang terjalin hanya
satu arah. Jika ini ditanamkan, saya yakin kasus seperti ini tidak akan
terjadi,” tutur Valentina.
Kemen
PPPA juga memiliki program pencegahan kekerasan yaitu program pusat
pembelajaran keluarga (PUSPAGA) di daerah. Di Malang sudah ada PUSPAGA
yang memberikan pengetahuan bagaimana cara mendidik anak dengan benar
dan melakukan pendekatan terhadap anak di era milenial.
Dalam
kesempatan ini Valentina mengapresiasi komitmen kuat Walikota Malang
dalam penanganan kasus perundungan MS. Apresiasi juga diberikan kepada
Dinas PPPA yang telah memberikan pendampingan melalui HIMPSI Kota
Malang.
MS
merupakan korban perundungan 5 (lima) teman sekolahnya. Ia mengalami
kekerasan dengan diangkat lalu dibanting ke lantai yang menyebabkan ruas
jari tengahnya harus diamputasi. Perundungan diduga terjadi tidak hanya
sekali, namun sejak Agustus 2019
0 Komentar