Mendengar Suara Anak Indonesia Tentang Covid-19 Melalui Survei AADC-19

JAKARTA.SWARAWANITA NET,-Pada krisis kesehatan global akibat wabah Covid-19 saat ini, anak menjadi kelompok rentan dari berbagai dampak yang ditimbulkan, seperti kehilangan orangtua, terancam dalam pendidikan dan kesehatannya, hingga menjadi korban kekerasan dan eksploitasi. Untuk menangani masalah tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Forum Anak Nasional (FAN) melakukan Survei Ada Apa Dengan Covid-19 (AADC-19) untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan anak tentang Covid-19, saat menjalani proses belajar di rumah, serta perasaan dan harapan anak dalam situasi saat ini.Jakarta (11/4)

“Hasil survei AADC-19 menunjukan bahwa sumber informasi terkait covid-19, paling banyak diterima anak-anak melalui platform internet, 70% anak mempercayai bahwa infomasi yang mereka terima valid, dan 73% menganggap sudah cukup informatif,” ungkap Sekretaris Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Eko Novi dalam paparannya pada Konferensi Pers Update Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta.

Eko Novi menjelaskan penyebaran Covid-19 juga memberikan pengaruh pada anak, 98% anak merasa kebiasaan dan pola hidup mereka menjadi lebih bersih dan sehat. Tetapi ada yang merasa paranoid, takut dan juga biasa saja. Kelompok ini  yang harus diwaspadai karena perasaan takut yang berlebihan akan mengganggu psikologis anak dan yang menganggap hal ini biasa saja juga akan membuat anak tidak peduli terhadap kondisi ini.

“Berdasarkan hasil survei, khususnya terkait persepsi anak tentang belajar di rumah, sebanyak 58% anak merasa tidak senang saat menjalani proses tersebut, karena mereka sulit berinteraksi dengan teman-temannya. 38% anak juga menyatakan bahwa sekolah belum memiliki program yang baik dalam penerapan belajar di rumah. Mereka berharap sekolah tidak memberikan tugas terlalu banyak, tapi lebih menerapkan pola belajar dengan komunikasi dua arah dengan guru dan melaksanakan pembelajaran yang efektif,” tambah Eko Novi.

Lebih lanjut Eko Novi menuturkan hampir semua responden yaitu 98,7% menganggap gerakan #dirumahaja adalah hal yang sangat penting dan penting. Untuk itu, harapan mereka tentang belajar di rumah adalah adanya komunikasi dua arah dan pelaksanaan pembelajaran yang efektif; guru mampu memberikan penjelasan materi secara maksimal serta adanya tugas yang lebih kreatif.

Selain Survei AADC-19, dalam upaya untuk mencegah dan menangani Covid-19, FAN juga telah melakukan berbagai program dan kegiatan, yaitu membuat himbauan pencegahan Covid-19 dengan bahasa daerah, membuat tantangan (challenge) FAN melalui Tik Tok Self Quarantine dan surat untuk  tenaga medis; menyelenggarakan Time to Know FAN tentang Covid-19, dan kampanye menggunakan twibbon campaign #dirumahaja.
Ketua Gugus Kerja Kampanye dan Media Save The Children Indonesia, Jonathan Victor Rembeth menekankan pentingnya memenuhi hak partisipasi anak, seperti memberikan anak ruang untuk mengungkapkan pendapat dan pandangannya, ikut mempengaruhi pengambilan keputusan, dan mencapai suatu perubahan. Anak adalah masa depan keluarga dan bangsa, inilah saat terbaik untuk memperbaiki kualitas mereka baik dari kesehatan, pendidikan, dan melindungi mereka dari kekerasan.

“Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat, orangtua, guru, dan  semua pihak untuk mendengarkan suara anak, dan melakukan hal terbaik bagi mereka. Melibatkan anak untuk berpartisipasi tentu akan membuat strategi dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 menjadi lebih tepat dan tidak menimbulkan kerentanan lainnya bagi anak,” ungkap Victor.
Spesialis Komunikasi Perubahan Perilaku Unicef, Kiky menjelaskan berdasarkan hasil Jajak Pendapat U-Report tentang Covid-19 yang telah dilakukan Unicef pada Maret 2020, kepada hampir 4000 responden yang berusia 16-18 tahun menyebutkan sebanyak 51% anak dalam 7 hari terakhir diketahui masih beraktivitas keluar rumah, selain untuk makan dan berobat.

“Dari jajak pendapat tersebut 64% anak mengakui banyak mendapat info yang ternyata hoax (berita bohong), sehingga berdasarkan informasi tersebut maka UNICEF  mengembangkan insiatif membuat chatbot agar anak bisa mendapat informasi yang benar tentang gejala, pencegahan, dan penanganan Covid-19. Dari hasil temuan ini, kami juga bekerjasama dengan pemerintah seperti BNPB, Kemkominfo, Kantor Istana Presiden untuk mengembangkan website covid19.go.id,” jelas Kiky.

Kiky menuturkan, sebanyak 76% anak sudah melakukan aksi untuk mencegah Covid-19, dan 71% sudah memberi tahu orang lain terkait cara pencegahan tersebut. Kiky meminta kepada para orangtua untuk menjadi role model yang baik, karena anak meniru orang dewasa. Seperti dengan cuci tangan pakai sabun sesering mungkin, pakai hand sanitizer, gunakan masker jika terpaksa harus keluar rumah, tetap baik, jaga solidaritas, dan bantu sesama dalam menghadapi dan mengatasi wabah ini.

Posting Komentar

0 Komentar