BANDUNG.SWARAWANITA NET.-Tingkat akurasi data warga berpenghasilan rendah termasuk miskin baru akibat pandemi COVID-19 berpotensi menjadi persoalan. Maka itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) konsisten memvalidasi penerima bantuan sosial (bansos) gubernur secara berjenjang dan melibatkan banyak pihak.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Daud Achmad menegaskan, kendati validasi data dilakukan, penyaluran bansos provinsi Jabar sudah dilakukan supaya dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi COVID-19 bisa tertangani.
"Saya menyampaikan bahwa bantuan sosial (gubernur) sudah berjalan, memang belum banyak. Data terakhir yang sudah tersalurkan dan berhasil diserahkan kepada 23.700 KK, dan ada beberapa yang mengembalikan," kata Daud di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (29/4/20).
Bantuan tersebut disalurkan berdasarkan surat dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat Nomor 466.2/1545/pfm terkait Penetapan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penerima Bantuan. Ditetapkan sebanyak 445.339 Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) akan mendapatkan bansos gubernur yang penyalurannya bertahap 10-15 hari.
Menurut Daud, angka 445.339 KK itu berdasarkan data yang telah bersih, jelas, dan tertuang dalam Keputusan Gubernur Jabar Nomor: 406/Kep.231-Dinsos/2020 tentang Daftar KRTS Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penerima Bantuan Pemda Provinsi Jabar bagi Masyarakat yang Terdampak Ekonomi Akibat Pandemi COVID-19.
Adapun KRTS non DTKS, kata Daud, masih divalidasi ulang di kabupaten/kota. Data awal yang telah disetorkan ke provinsi, dikembalikan ke kabupaten/kota untuk disaring kembali.
"Masalah data ini sangat dinamis. Kita berharap data ini datang dari RW sesuai alur. Data dari RW berjenjang sampai ke tingkat provinsi, diajukan oleh bupati/wali kota by name by addrees. Dilampirkan dengan surat tanggung jawab mutlak," katanya.
Validasi data KRTS non DTKS bukan perkara sederhana karena ada sembilan jenis bantuan dari instansi yang berbeda-beda. Bansos gubernur senilai Rp500 ribu merupakan salah satu dari sembilan pintu bantuan kepada warga terdampak pandemi COVID-19.
Sembilan pintu itu adalah Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial (bansos) dari presiden untuk perantau di Jabodetabek, Dana Desa (bagi kabupaten), Kartu Pra Kerja, bantuan tunai dari Kemensos, bansos gubernur, serta bansos dari kabupaten/kota.
"Ini siapa yang memilahnya bahwa keluarga A mendapatkan PKH. Keluarga B dapat sembako. Keluarga C dapat dari presiden. Dari data yang kita minta ke kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang memilah itu," kata Daud.
Hal tersebut perlu dilakukan supaya tepat sasaran, tidak tumpang tindih, dan berkeadilan. Selain itu, Pemda Provinsi Jabar menggagas Gerakan Nasi Bungkus atau Gasibu yang bertujuan untuk memastikan semua masyarakat Jabar dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya.
Daud pun menekankan, bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah berbeda nilai, jenis, waktu penyebaran dan mekanismenya. Ia berharap aparatur desa, kelurahan, dan masyarakat paham akan situasi tersebut, agar tidak menjadi polemik.
"Hanya saya menenggarai karena itu kurangnya informasi yang didapat kepala desa dan juga karena bantuan yang turun itu tidak berbarengan. Ini yang menimbulkan banyak masalah. Kami terus berusaha menyosialisasikan bantuan ini," ucapnya.
Jika data dari kabupaten/kota plus surat tanggung jawab mutlak dari bupati/wali kota sudah terhimpun, kata Daud, Gubernur Jabar Ridwan Kamil akan mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang Daftar KRTS non DTKS penerima bansos gubernur.
"Angka yang disampaikan kabupaten/kota itu yang akan dituangkan di Kepgub. Angka sementara 1,4 Kartu Keluarga. Jumlah tersebut dari seluruh kabupaten/kota," katanya.
Bantuan tunai dan pangan non tunai dari Pemda Provinsi Jabar dengan anggaran sebesar kurang lebih Rp4,6 triliun (di luar untuk distribusi) dari APBD itu rencananya disalurkan selama empat bulan dari April hingga Juli.
Untuk biaya pengiriman, Pemda Provinsi Jabar akan mengucurkan anggaran Rp281,795 miliar, sehingga total anggaran bansos gubernur adalah Rp4,978 triliun.
"Walaupun ini dinamis, anggaran untuk bansos ini kita sudah menganggarkan 4 triliun khusus bansos. Angka ini tidak berubah. Anggarannya setelah dihuitung ada. Cash flow sudah diperhitungkan ke empat bulan ke depan," kata Daud.
Libatkan RW
Ketua Divisi Logistik Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Arifin Soedjayana melaporkan, terdapat sejumlah paket bansos dikembalikan karena kesalahan administrasi, seperti Nomor Induk Keluarga (NIK) yang tidak sesuai dengan KTP.
Guna penyaluran berjalan optimal dan tepat sasaran, ketua RT/RW dilibatkan untuk memberikan pernyataan bahwa warga bersangkutan berhak mendapatkan bansos.
"Kalau saya melihat wajar, karena data sambil di-update terus. Mereka yang meninggal, mereka yang pindah, mereka tidak sama di NIK dan KTP. Kemudian, kita melihat realita di lapangan yang realistis," ucap Arifin.
"Kita pun akhirnya berkonsultasi menambahkan syaratnya. Apabila NIK tidak sama, lalu dikuatkan dari keterangan RT/RW. Itu lebih ke kesalahan administrasi, bukan kesalahan penerima. Itu yang sudah coba kita lakukan," imbuhnya.
Selain itu, Pemda Provinsi Jabar membuka fitur aduan di aplikasi PIKOBAR. Warga Jabar yang terdampak COVID-19, tapi tidak terdata, dapat mengadu melalui fitur tersebut.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jabar Setiaji melaporkan hingga Selasa (28/4/20) aduan yang masuk mencapai 40.478. Aduan tersebut nantinya akan diverifikasi kepada Ketua RW melalui aplikasi Sapa Warga.
Aplikasi Sapa Warga dikembangkan Pemda Provinsi Jabar untuk memangkas jarak komunikasi masyarakat dengan pemerintah. Semua Ketua Rukun Warga (RW) dapat mengakses aplikasi Sapa Warga dan menjadi penanggungjawab.
"Laporan terkait bantuan sosial adanya di PIKOBAR lewat fitur aduan. Sedangkan, di Sapa Warga untuk verifikasi penerima bantuan sosial. Sejak 13 April sampai 28 April, aduan yang masuk 40.478," kata Setiaji.
Setiaji mengatakan, Ketua RW bisa mengusulkan penerima bansos dengan melampirkan identitas, lokasi, dan permasalahan yang terjadi di lingkungannya.
"Kami berkerja sama dengan DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa), Dinas Sosial, agar ketua RW mendapatkan informasi dan terlibat aktif melaporkan. Kami juga bekerja sama dengan PT Pos Indonesia agar Ketua RW melakukan aktivasi Sapa Warga," katanya. (hms/die)
0 Komentar