JAKARTA.SWARAWANITA NET.-Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA RI), Bintang Puspayoga sangat khawatir dengan jumlah perokok pemula yang terus meningkat setiap tahunnya. Perokok pemula dengan kategori usia 10-18 tahun inilah yang menjadi target utama industri rokok. Beredarnya video viral di media sosial yang memperlihatkan sekelompok anak sedang merokok adalah salah satu contohnya. Ironisnya, beberapa orang dewasa di sekitar mereka justru melakukan pembiaran.
“Rokok
menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini
berlaku baik pada anak yang menjadi perokok aktif maupun anak yang
terpapar asap rokok atau pasif. Kami sangat khawatir karena berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar pada 2018, tercatat sebanyak 2,1% anak usia
10-14 tahun sudah merokok dan 2% di antaranya bahkan merupakan mantan
perokok. Selain itu, prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun
sebanyak 9,1% pada 2018. Hal ini menjadi perhatian serius kami,” jelas
Menteri Bintang dalam acara Webinar Perlindungan Anak dari Paparan Asap
Rokok dan Target Industri sebagai Perokok Pemula yang dilaksanakan
Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam rangka memperingati
Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tahun 2020.
"Kemudahan
akses bagi anak terpapar informasi pemakaian rokok dan akses
mendapatkan rokok dengan harga murah menjadi salah satu penyebabnya.
Sebanyak 28% remaja merokok saat berkumpul dengan teman sebayanya
(Penelitian Komasari dan Helmi, 2000 dalam Profil Anak Indonesia, 2019).
Hal Ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok pada perokok pemula dapat
terus menyebar antar teman sebaya jika tidak dilakukan intervensi dengan
serius. Namun selain teman sebaya, orangtua yang merokok merupakan
salah satu contoh buruk bagi anak,” ujar Menteri Bintang.
Lebih
lanjut Menteri Bintang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara status merokok anak dengan paparan iklan rokok,
pemberian sampel rokok gratis, sponsor rokok di acara olahraga, logo
rokok pada merchandise, sponsor rokok di acara musik, dan harga diskon
(Tobacco Control Support Center IAKMI).
“Kami
mendorong agar segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok dilarang
secara tegas karena mempengaruhi anak-anak kita. Jika tidak ada upaya
serius, maka pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau
15,91% (Proyeksi Bappenas, 2018). Selama ini, berbagai upaya telah
dilakukan Kemen PPPA untuk mencegah terpaparnya anak-anak dari rokok.
Salah satunya yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang menyentuh ke
sistem perlindungan anak di tingkat daerah. Kemen PPPA telah menetapkan
upaya pengendalian tembakau atau rokok sebagai salah satu dari 24
indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Hal ini diterapkan melalui
tersedianya kawasan tanpa rokok (KTR) dan tidak adanya iklan, promosi
serta sponsor rokok di daerah” jelas Menteri Bintang.
Kemen
PPPA juga mendukung upaya pengendalian rokok utamanya bagi anak, yaitu
melalui Sosialisasi Bahaya Rokok dan Kesehatan Reproduksi bagi Anak
sebagai Pelopor dan Pelapor (2P), Kampanye Anak Indonesia Hebat Tanpa
Rokok secara terus menerus, penguatan kapasitas dan peran Forum Anak
sebagai 2P mengenai Bahaya Rokok, serta beberapa program lainnya yang
intinya untuk mencegah dan menghindarkan anak dari rokok.
“Selain
itu, Kemen PPPA juga terlibat dalam penyusunan rekomendasi Policy Round
Table bersama mitra K/L dan lembaga non pemerintah, yang hasilnya
digunakan sebagai masukan bagi Bappenas dalam menyusun RPJMN 2020-2024",
tambah Bintang.
Kemen
PPPA telah membuat wadah bagi anak-anak Indonesia untuk menyuarakan
pendapatnya melalui Forum Anak yang telah terbentuk secara nasional,
hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota, bahkan hingga di
desa/kelurahan.
“Peran
Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor menjadi sangat penting dalam
menyuarakan perlindungan anak dari bahaya rokok. Tidak hanya itu, anak
juga memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengaruh pada
lingkungan sekitar, termasuk masyarakat secara luas,” tambah Menteri
Bintang.
Pada
2020 ini, Kemen PPPA akan menginisiasi Smoke-Free Family (Keluarga
Bebas Rokok) sebagai salah satu upaya pengendalian tembakau/rokok
melalui lingkup keluarga. Kemen PPPA juga terus berupaya membangun
jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor dalam
melindungi anak-anak dari bahaya rokok.
“Kami
percaya bahwa perlindungan anak dan tumbuh kembang anak yang optimal
dapat terwujud dengan adanya kerjasama kuat dari berbagai pihak,
termasuk LPAI sebagai organisasi masyarakat penggiat perlindungan anak.
Indonesia bisa menjadi negara maju, apabila anak-anak dapat tumbuh
dengan sehat, cerdas, berakhlak, dan berkarakter,” ujar Menteri Bintang.
Pada
kesempatan acara webinar tersebut, Direktur Jenderal Rehabilitasi
Sosial, Harry Hikmat menegaskan bahwa Kementerian Sosial akan
mengevaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memastikan para
keluarga pra sejahtera penerima, betul-betul memanfaatkan bantuan demi
meningkatkan kualitas anak, baik dari aspek kesehatan dasar, pendidikan,
maupun kesejahteraan sosial, bukan disalahgunakan untuk membeli rokok.
“Kami melarang keras jika bantuan ini digunakan untuk membeli rokok.
Jika perlu kami akan membuat daftar negatif penerima bantuan yang
diketahui telah melakukan penyimpangan,” tegas Harry Hikmat.
Sementara
itu, Technical Consultan International Union Againts Tubercolosis and
Lung Disease (The Union) Indonesia, Fauzi Ahmad Noors pada kesempatan
tersebut menyampaikan bahwa momentum Hari Tanpa Sembakau Sedunia bisa
dijadikan sebuah gerakan anak-anak dan pelajar dari seluruh Indonesia
untuk mengetuk nurani pemerintah agar melakukan kebijakan nyata dan
tegas untuk melarang semua bentuk iklan rokok khususnya di internet pada
masa pandemi COVID-19. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan jutaan
anak Indonesia dari paparan iklan rokok selama belajar melalui media
daring atau online di rumah.
Ketua
LPAI, Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto mengungkapkan bahwa sudah
berpuluh tahun pandemi rokok mengancam anak-anak di Indonesia.
“Dahsyatnya bahaya rokok untuk kesehatan jiwa yang dapat membunuh,
dikemas begitu indah dengan model, artis, slogan yang terkesan
membanggakan dan penuh kreatifitas. Dipandu berbagai promosi, sponsor
acara olahraga dan konser musik. Hal inilah yang membuat masyarakat
bingung, karena penggandengan sesuatu yang buruk menjadi baik. Oleh
karena itu, kita harus mendesak pemerintah untuk melarang keras promosi
rokok tersebut dan perlu langkah tegas dari semua pihak. Keluarga juga
harus melakukan perlindungan terhadap anak, baik melalui dongeng, lagu,
cerita bergambar atau film untuk melawan manipulasi bahaya rokok yang
mengancam,” jelas Kak Seto.
Sebelum
acara berakhir, Menteri Bintang menyatakan bahwa sumber daya masa
depan Indonesia yang berdaya saing dan unggul berada di tangan 30,1%
atau 79,55 juta anak Indonesia (BPS, 2019). “Dari angka tersebut, dapat
kita bayangkan betapa pentingnya berinvestasi terhadap kualitas
anak-anak Indonesia dengan memenuhi hak-hak dan melindungi mereka
seoptimal mungkin. Mari kita semua bersinergi dan bergandengan tangan
untuk melindungi anak bangsa dari pengaruh buruk asap rokok, demi
mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030 dan
Indonesia Emas Tahun 2045.
Pada
akhir rangkaian webinar hari ini, perwakilan dari Forum Anak Tanpa
Tembakau menyampaikan Deklarasi Anak Bebas Asap Rokok, yang ditayangkan
melalui rekaman video. Adapun isi deklarasi tersebut yaitu:
"Kami anak Indonesia menyatakan ingin bebas dari asap rokok, untuk itu kami:
"Kami anak Indonesia menyatakan ingin bebas dari asap rokok, untuk itu kami:
1. Mendorong pemerintah untuk melindungi hak anak secara total dari dampak buruk zat adiktif seperti rokok dan narkoba;
2. Memohon kepada pemerintah untuk mengadakan sosialisasi dan edukasi tentang dampak buruk asap rokok;
3. Memohon kepada pemerintah agar segera mengeluarkan UU atau peraturan terkait pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok;
4. Melakukan perubahan UU Perlindungan Anak terkait pasal 59 ayat 2 huruf E dan pasal 67 yang menyatakan zat adiktif lainnya dengan memasukkan secara tegas kata tembakau atau rokok;
5. Menandatangani Framework Convention on 0Tobacco Control (FCTC);
6. Menaikkan harga rokok sekurang-kurangnya Rp. 100.000,- perbungkus;
7. Menaikkan pajak rokok setiap tahun sebesar 100% disertai dengan pelarangan penjualan secara batangan;
8. Mendesak pemerintah untuk melaksanakan penegasan hukum terkait peraturan kawasan tanpa rokok.
2. Memohon kepada pemerintah untuk mengadakan sosialisasi dan edukasi tentang dampak buruk asap rokok;
3. Memohon kepada pemerintah agar segera mengeluarkan UU atau peraturan terkait pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok;
4. Melakukan perubahan UU Perlindungan Anak terkait pasal 59 ayat 2 huruf E dan pasal 67 yang menyatakan zat adiktif lainnya dengan memasukkan secara tegas kata tembakau atau rokok;
5. Menandatangani Framework Convention on 0Tobacco Control (FCTC);
6. Menaikkan harga rokok sekurang-kurangnya Rp. 100.000,- perbungkus;
7. Menaikkan pajak rokok setiap tahun sebesar 100% disertai dengan pelarangan penjualan secara batangan;
8. Mendesak pemerintah untuk melaksanakan penegasan hukum terkait peraturan kawasan tanpa rokok.
Hadir
dalam webinar tersebut Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian
PPPA, Lenny Rosalin, juga menjelaskan tentang 5 (lima) strategi yang
ditargetkan bagi anak, keluarga, satuan pendidikan, lingkungan, dan
wilayah, dalam upaya mewujudkan #AnakIndonesiaHebatTanpaRokok.
0 Komentar