#DiRumahAja Ketika
Rumah Tidak Ramah: Kajian Psikologi dalam Peningkatan Kasus KDRT Selama Masa
Pandemi
Oleh:
Delia Naurah Nurjannah
BANDUNG.SWARAWANITA NET.-Pandemi
COVID-19 belakangan ini telah memaksa seluruh kalangan masyarakat untuk
melakukan social distancing dan
berdiam diri di rumah sebagai langkah preventif untuk menghentikan laju penyebaran
virus ini. Bagi sebagian orang yang kesehariannya lebih banyak menghabiskan
waktu di luar, mungkin ini menjadi momen berharga untuk dapat menghabiskan
waktu bersama keluarga di rumah. Namun bagaimana jadinya apabila atmosfer rumah
ternyata tidak sehat?
Menurut
Badan Pusat Statistik, pada tahun 2019 Indonesia mencapai angka 11.105 dalam pengaduan
kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dengan Jawa Barat sebagai penyumbang
kasus terbesar di Indonesia. Menurut UN Women yang dilansir dari laman bbc.com,
kasus KDRT telah meningkat drastis selama pandemi di seluruh penjuru dunia.
Jika dipandang secara psikologis, hal ini terjadi karena faktor ketidakberfungsian susunan dan norma sosial akibat ketidakstabilan keadaan. Hal ini dijelaskan melalui teori Anomie dari Emile Durkheim yang dalam teorinya menjelaskan bahwa
kejatuhan
ekonomi dapat berimbas pada frustrasi atau rasa tertekan bagi masyarakat yang
terkena dampaknya.
Teori
tersebut sejalan dengan fenomena yang tengah terjadi di seluruh penjuru dunia,
yaitu pandemi akibat virus Corona. Tentu saja kemerosotan ekonomi selama
pandemi ini berimbas pada kesulitan yang dialami kalangan pekerja yang
dirumahkan. Pada keadaan seperti ini, individu terdampak dapat merasakan
kekhawatiran berlebih, terutama dalam masalah finansial untuk kelangsungan
hidupnya.
Pasalnya,
kekerasan bukan hanya dilakukan secara fisik, tetapi dalam UU No. 23 Tahun 2004 dijelaskan bahwa
bentuk kekerasan lainnya di antaranya adalah kekerasan psikis, seksual, dan
penelantaran rumah tangga. Frustrasi akibat dari dampak ekonomi dapat mendorong
seseorang untuk melakukan kekerasan psikis berupa tekanan emosional pada orang
lain yang sering kali dilakukan pada anggota keluarga.
Untuk
menanggapi kasus ini, Sekjen PBB dalam cuitan di twitternya @antonioguterres
menganjurkan pemerintah setempat untuk memberi perhatian khusus, terutama pada
perempuan dan anak yang mengalami ketertekanan di dalam rumah selama anjuran
#dirumahaja, karena dilansir dari laman Microsoft News, menurut Tuani Sondang,
anggota Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan
Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik), selama masa pandemi COVID-19 ini
rentan terjadi kekerasan berbasis gender dalam rumah tangga, yang menurutnya
sejak pertengahan Maret hingga April terdapat 75 pengaduan kasus KDRT.
Referensi:
Ayomi
Amindoni. 2020. KDRT: Perempuan Kian
‘Terperangkap’ di Tengah Pembatasan Sosial Covid-19, ‘Saya Tak Mau Menyerah
Tanpa Perlawanan’ Tersedia:https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52713350
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), dan ICF International. (2013). Indonesia Demographic and Health
Survey 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes and ICF International
Rizki
Akbar Putra. 2020. Di Masa Pandemi Corona
Perempuan Lebih Rentan Alami KDRT Tersedia: https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/di-masa-pandemi-corona-perempuan-indonesia-lebih-rentan-alami-kdrt/ar-BB12CMIW
Santoso,
Topo. (2001). Kriminologi, Ed. 1.
Depok: Rajawali Pers.
0 Komentar