“Saat ini, Indonesia tengah bersiap menuju
era tatanan kehidupan normal baru (new normal) yang juga akan dihadapi
oleh para lansia. Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus agar tetap
sehat menghadapi era new normal yang akan dijalani. Lansia merupakan
aset berharga bagi kemajuan bangsa jika kita terus mengasah potensi dan
menempatkan mereka pada posisi yang mulia. Kami akan mengkaji lebih
dalam lagi terkait implementasi program/kebijakan seperti apa yang harus
dilakukan demi kepentingan terbaik dan kesejahteraan lansia,” tutur
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang
Puspayoga dalam Webinar Hari Lanjut Usia Nasional ke-24 dengan Tema
“Sayangi Lansia Menuju Lansia Bermartabat di Era New Normal”.
Saat masa pandemi Covid-19, Kemen PPPA
bekerjasama dengan lebih dari 20 perusahaan, asosiasi profesi,
organisasi kewanitaan, jaringan relawan maupun donatur lainnya telah
memberikan paket-paket pemenuhan kebutuhan spesifik kepada lansia,
perempuan, anak, dan penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan
terdampak Covid-19 untuk membantu kebutuhan mereka.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gugus
Tugas Penanganan Covid-19 pada website
https://covid19.go.id/peta-sebaran, sampai dengan 20 Juni 2020
persentase lansia yang terdampak Covid-19 yakni sebesar 13,8 persen
lansia positif, 11,7 persen dirawat/diisolasi, 12,5 persen sembuh, dan
sebesar 43,7 persen meninggal. Meskipun dari jumlah pasien positif dan
dirawat/diisolasi persentasenya tidak terlalu tinggi untuk kelompok
lansia, namun jumlah kematiannya merupakan yang tertinggi dibandingkan
kelompok usia lainnya, yaitu mencapai 43,7%. Oleh karena itu, diperlukan
perhatian khusus untuk menjaga lansia tetap sehat dalam tatanan new
normal yang akan dijalani. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dan dukungan
dari berbagai pihak, terutama keluarga, untuk memastikan perlindungan
terhadap lansia, apalagi dalam masa pandemi dan tatanan new normal.
Menteri PPPA periode 2009-2014, Linda
Amalia Sari Gumelar mengatakan selain dari sisi kesehatan, dalam
menghadapi era new normal, hal-hal yang perlu diperhatikan atau
diantisipasi adalah masalah sosial ekonomi. “Lansia harus mendapatkan
akses dalam hal edukasi dan pendampingan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan new normal ini. Saat masa pandemi begitupun di era new normal,
mereka harus tetap berada di rumah karena termasuk kelompok yang sangat
rentan terpapar Covid-19. Oleh karena itu, Kemen PPPA dapat menjadikan
ini sebagai momentum untuk menyosialisasikan Gerakan Sayangi Lansia
(GSL) secara lebih masif,” ujar Linda Amalia Sari Gumelar.
Linda menambahkan hal yang tidak kalah
penting adalah mengubah cara pandang masyarakat bahwa lansia bukanlah
beban keluarga, tetapi potensi pembangunan bila mereka dipenuhi
hak-haknya dan mengoptimalisasi potensi yang dimiliki lansia. Untuk
mewujudkannya dibutuhkan peran dari lansia itu sendiri, keluarga, dan
lingkungannya. “Saya berpesan kepada seluruh lansia di Indonesia agar
tetap optimis dengan perubahan pola hidup di era new normal ini dengan
tetap melakukan aktivitas positif yang sesuai dengan protokol kesehatan
Covid-19,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA
periode 2004-2009, Meutia Hatta Swasono mengatakan lansia termasuk dalam
kelompok rentan di masa pandemi Covid-19 dan era new normal. Untuk itu,
penerapan peraturan mengenai new normal yang berlaku di Indonesia,
khususnya bagi lansia harus diimbangi dengan pengetahuan budaya yang
bermanfaat. “Khusus untuk era new normal ini, hal yang harus
diperhatikan adalah bagaimana mengutamakan pandangan budaya tradisional
dalam penerapannya kepada lansia. Kemudian bagaimana menjalankan prinsip
umum dan prinsip budaya masyarakat yang positif untuk melindungi lansia
di era new normal,” ujar Meutia Hatta.
Perubahan pola hidup memang sudah
dirasakan oleh masyarakat, khususnya lansia sejak masa awal pandemi.
Meskipun begitu, tetap perlu ada penyesuaian kembali cara hidup di era
new normal yang akan membawa corak baru pada kehidupan lansia. “Ada tiga
faktor yang dapat menjaga keseimbangan lansia dalam keluarga di era new
normal ini, yakni faktor biologi dengan memenuhi kebutuhan fisik lansia
dengan meningkatkan daya tahan tubuh, faktor psikologis dengan memenuhi
kebutuhan mental lansia untuk disayangi dan dilindungi, serta faktor
sosial budaya dengan memberikan sikap dan perilaku yang membuat lansia
dihormati dalam keluarga,” tambah Meutia Hatta.
Lebih lanjut, Menteri PPPA Periode
2014-2019, Yohana Susana Yembise menuturkan pencanangan Gerakan Sayangi
Lansia (GSL) pada 2018 menjadi sebuah momentum komitmen bersama untuk
melindungi dan memenuhi hak lansia. “Ini harus terus dilanjutkan dengan
memperkuat komitmen untuk memberikan edukasi dan pemahaman pada seluruh
keluarga Indonesia bahwa lansia harus dilindungi, dimuliakan, dan
ditempatkan pada posisi yang sesuai. Optimalkan seluruh potensi yang
dimiliki oleh lansia dan memandang mereka aset yang berharga bagi
kemajuan bangsa. Janganlah kita memandang lansia sebagai objek,
melainkan sebagai subjek pembangunan. Lansia juga harus bisa bangkit
menghadapi era new normal ini dan tidak boleh menyerah dengan keadaan
yang ada. Dalam hal ini peran pendamping terutama keluarga menjadi
sangat penting untuk dilakukan dengan baik,” tutur Yohana Yembise.
Berdasarkan Proyeksi Penduduk hasil Survei
Penduduk Antar Sensus 2015 (Badan Pusat Statistik) pada 2020, jumlah
lansia di Indonesia sebesar 10,65 persen dari jumlah penduduk atau
sekitar 28 juta orang. Adapun persentase lansia perempuan lebih besar
dibandingkan laki-laki, yaitu perempuan sebesar 52,34 persen dan
laki-laki sebesar 47,66 persen. Proyeksi BPS ini juga menggambarkan
persentase penduduk lansia terus meningkat sampai dengan tahun 2045,
yaitu dari 9% pada tahun 2015 menjadi hampir 20% pada tahun 2045.
Berdasarkan data-data tersebut, sudah sepantasnya kita memberikan
perhatian khusus terhadap lansia dalam program pembangunan kita, apalagi
melihat data lansia yang akan terus bertambah secara signifikan dari
tahun ke tahun.
0 Komentar