“Pembahasan
perumusan RUU Pemilu merupakan momentum penting demi memastikan
terwakilinya suara perempuan dalam segala keputusan penting jangka
panjang. Tujuan jangka panjang ini bukan sekadar memenuhi target
banyaknya jumlah perempuan, tetapi munculnya kebijakan dan program yang
berperspektif gender. Dengan adanya opini yang didasarkan atas
representasi pengalaman hidup dan kondisi nyata perempuan, maka akan
tercipta kebijakan yang dapat melindungi, memajukan, menciptakan akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi perempuan,” ujar
Menteri Bintang pada Diskusi Daring Perempuan, Politik, dan Target 30
Persen pada 2024, dengan tema Membedah Kebijakan Afirmasi Kuota
Perempuan pada Undang - undang Pemilu yang diselenggarakan oleh Kaukus
Perempuan Politik Indonesia (KPPI) secara virtual (13/06).
Dalam
rangka mempersiapkan Pemilu 2019, Kemen PPPA telah menerbitkan
Peraturan Menteri PPPA Nomor 10 Tahun 2015 tentang Grand Design
Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu
Tahun 2019. Grand design ini memuat kebijakan dan langkah - langkah
dalam meningkatkan keterwakilan perempuan pada Pemilu 2019. Pada tahun
2019, grand design tersebut dikembangkan menjadi Grand Design
Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Legislatif dan Pengambilan
Keputusan Menuju Planet 50:50 Gender Equality 2030 . Dalam rapat
koordinasi yang diinisiasi oleh Kemenko PMK, grand design dimaksud
direkomendasikan menjadi Peraturan Presiden.
Keterwakilan
perempuan bukanlah tujuan akhir, namun sebuah proses agar kebijakan
yang dibuat berperspektif gender. Untuk mewujudkan grand design
keterwakilan perempuan di lembaga legislatif menuju Pemilu 2024, Kemen
PPPA merangkul berbagai stakeholder, termasuk organisasi masyarakat
dengan membentuk Kelompok Kerja Politik (Pokjapol) dari tingkat pusat
hingga kabupaten. Adapun untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan
perempuan dari akar rumput, sejak 2018 Kemen PPPA telah mengembangkan
model Pelatihan Kepemimpinan Perempuan Perdesaan.
Anggota
Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera mengatakan bahwa saat ini RUU Pemilu
yang merupakan revisi dari Undang – undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), dan
sedang pada tahap pembahasan awal di Komisi II DPR RI. RUU Pemilu
merupakan inisiatif DPR RI, dan Komisi II DPR RI diamanahkan untuk
membuat draft awal RUU Pemilu. Targetnya, akhir tahun 2020 atau paling
lambat awal tahun 2021 RUU Pemilu sudah disahkan menjadi undang –
undang. Mardani menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk menerima masukan
dari berbagai pihak, termasuk upaya afirmasi bagi keterwakilan
perempuan.
Mardani
menambahkan selain mengawal RUU Pemilu, hal penting lainnya untuk
mewujudkan afirmasi keterwakilan perempuan adalah melakukan lobby
terkait anggaran Parpol untuk perempuan.
Senada
dengan Mardani, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas
Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan evaluasi Parpol
terhadap dukungan caleg perempuan juga menjadi hal penting dalam
mewujudkan afirmasi keterwakilan perempuan.
“Evaluasi
penting dan kontestasi keterwakilan perempuan adalah di Parpol. Kita
harus mendorong Parpol agar memberdayakan para perempuan pengurus Parpol
mampu mengelola dana pendidikan politik bagi caleg perempuan, sehingga
dapat menstimulasi ruang partisipasi politik perempuan di Parpol. Kami
juga berharap agar para perempuan pengurus Parpol dapat berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan dan pencalonan,” jelas Aditya.
Direktur
Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi
Anggraini juga mengatakan bahwa kebijakan afirmasi keterwakilan
perempuan harus dipahami secara holistik, tidak hanya terjebak pada
mekanisme pencalonan.
“Afirmasi
keterwakilan perempuan harus hadir dalam 4 (empat) aspek, yakni sistem
Pemilu, aktor Pemilu, manajemen Pemilu, dan penegakan hukum Pemilu. Jika
kita ingin mendorong afirmasi keterwakilan perempuan yang lebih baik,
maka semakin bebas (kompetisi yang setara), adil, dan demokratis suatu
Pemilu, maka semakin ramah Pemilu tersebut bagi perempuan,” tutur Titi.
0 Komentar