JAKARTA.SWARAWANITA NET.-Lembaga bantuan hukum Elza Syarief menilai keputusan Mahkhamah Agung (MA) terkait pemberian hak asuh anak kepada Prithvi Suresh Vaswani penuh kontroversi. Pasalnya, keputusan tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Elza Syarief, selaku kuasa hukum Roshni Lachiram Parvani Sadhwani, yang merupakan seorang warga negara Panama berdarah Indonesia dan kini sedang tinggal di Indonesia, mengatakan bahwa Roshni sangat dirugikan akibat keputusan hakim MA yang cacat hukum.
"Jadi Roshni ini merupakan korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) oleh saudara Prithvi. Prithvi merupakan suami Roshni (korban) yang sempat menggugat cerai pada 29 April 2019 sebagaimana tertuang dalam Putusan No. 391/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel di Pengadilan Jakarta Selatan," kata Elza dalam konferensi pers yang digelar di Elza Syarief Law Office, Kamis (21/10).
Padahal, dikatakan Elza, jika merujuk pada putusan awal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sesuai ketentuan hukum dalam Yurispundensi MA RI No.126 K/Pdt/2001, maka hak asuh anak jatuh ke tangan Roshni.
"Namun masalah baru muncul ketika Prithvi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebagaimana Putusan No. 38/PDT/2021/PT DKI. Di sinilah timbul kontroversi, sebab dalam amar putusannya telah menjatuhkan putusan hak asuh anak diberikan kepada Prithvi yang nyatanya bertentangan dengan ketentuan Yurispundensi MA RI No.126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003," papar Elza.
Namun, permasalahan belum berhenti di situ. Menurut Elza, keganjilan kembali terjadi saat upaya kasasi coba dilakukan dan didaftarkan Roshni melalui Kepaniteraan PN Jakarta Selatan pada 5 Mei 2021.
"Sampai dengan empat bulan setelah perkara didaftarkan, kami tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan kalau Berkas Kasasi telah dikirimkan ke Kepaniteraan MA. Namun, anehnya, muncul bocoran kalau putusan Kasasi MA RI sudah keluar dan mulai menyebar luas di kalangan perkumpulan warga India di Jakarta," urainya.
"Sementara, berita tersebut telah tersebar jauh sebelum MA mengeluarkan pengumuman terhadap hasil putusan kasasi pada 12 Oktober 2021 melalui website resmi MA. Pertanyaan kami, mengapa hasilnya sudah diketahui jauh hari di lingkungan orang-orang tertentu, sebelum keluar pengumuman resmi?" sambungnya.
Namun, yang membuat sukar dipercaya, kata dia, dalam putusan kasasi MA tersebut justru memutus memberikan hak asuh anak kepada Prithvi yang notabene seorang pelaku kekerasan terhadap anak dan istrinya.
Bahkan akibat dari tindakan kekerasan itu, lanjut Elza, membuat sang anak bernama Akash Prithvi Vaswani Parvani (11) mengalami trauma psikologis yang mendalam dan beberapa kali sempat melakukan upaya bunuh diri akibat guncangan kejiawaan yang dialaminya.
Menurut Elza, kontroversi lainnya yang tak kalah miris adalah soal Surat Pemberitahuan Pengiriman Berkas dari Kepaniteraan PN Jakarta Selatan kepada Kepaniteraan MA yang diterima Roshni melalui kuasa hukumnya yang justru baru keluar pada 15 Oktober 2021.
"Bagaimana bisa pihak Prithvi mengetahui hasil putusan kasasi lebih awal dari pengumuman MA melalui website resminya? Bagaimana bisa Surat Pemberitahuan Pengiriman Berkas dari Kepaniteraan PN Jakarta Selatan kepada Kepaniteraan MA baru diterima setelah MA mengumumkan hasil putusan kasasi?," ujar Elza.
Atas keganjilan itu, Elza mengaku tidak habis pikir bagaimana kondisi hati nurani seorang hakim yang tega melukai rasa keadilan lantaran putusannya yang sangat kontroversi.
Pihaknya kini memohon kepada Presiden Republik Indonesia agar membantu menyelesaikan permasalahan ini. Elza mengklaim kalau ini bukan urusan menang-kalah di pengadilan, melainkan soal hati nurani dan rasa kemanusiaan.
"Sebagai seorang ibu, saya turut merasakan betapa tergoresnya batin lantaran hukum yang tidak berpihak pada nurani. Kami minta kepada bapak Presiden, tolong bantu selesaikan perkara ini. Tolong!", ucapnya.
Elza menduga, kemenangan Prithvi atas hak asuh anak tidak terlepas dari keterlibatan orang kuat yang mem-back-up kasus ini.
"Kita tahu, Amir Syamsudin yang kini menjadi pengacara Prithvi adalah mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), yang bisa menguasai semua jejaring kekuasaan untuk memenangkan perkara ini. Untuk itu, kepada pak Presiden, sekali lagi kami minta keadilan untuk korban," pungkasnya.
(Haris)
0 Komentar