Legislator PDI Perjuangan Yudha Puja Turnawan Berharap Sekolah Negeri di Garut Tidak Melakukan Pungli Pelaksanaan PPDB.


Garut.Swara Wanita Net.-Anggota DPRD Garut Fraksi PDI Perjuangan, Komisi IV, Yudha Puja Turnawan mengingatkan agar sekolah negeri di Kabupaten Garut tidak melakukan praktek pungutan liar (pungli) dengan mengatasnamakan dana sumbangan pendidikan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Yudha menjelaskan, bahwa untuk membangun mutu pendidikan yang baik, memang dibolehkan keikutsertaan masyarakat termasuk orang tua siswa untuk memberikan dana sumbangan pendidikan. Namun, dana sumbangan pendidikan ini harus berdasarkan asas sukarela dan tidak boleh ada paksaan.

 

Menurut Yudha, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Dana Pendidikan dan juga Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sudah jelas tentang definisi dana sumbangan pendidikan dan juga pungutan.

Dimana secara redaksional dijelaskan dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah pasal 1 ayat (4) bahwa yang dinamakan pungutan adalah sebagai berikut:

” Pungutan Pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Pungutan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan”.

Sementara yang dimaksud dana sumbangan pendidikan di dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah pasal 1 ayat 5 dijelaskan sebagai berikut:

” Sumbangan pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat
atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan”.

” Ya jelas berbeda sumbangan itu kan sukarela ya, kalau pungutan itu ada nominal yang ditentukan dan berlaku untuk semua orang tua siswa,” tegas Yudha ketika ditanya perihal perbedaan sumbangan dan pungutan.

Yudha menjelaskan, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa sekolah negeri tidak boleh melakukan pungutan. Karena sekolah negeri sudah mendapatkan dana dari pemerintah.

Sekolah negeri lanjut Yudha, hanya diperbolehkan menerima dana sumbangan pendidikan yang sifatnya sukarela, tidak mengikat dan tidak boleh ditentukan nominalnya.

Artinya, jika ada orang tua yang tidak mampu secara ekonomi dan tidak bisa memberikan dana sumbangan, maka komite dan sekolah tidak boleh memaksa. Atau jika ada orang tua siswa yang secara kemampuannya memberikan berapapun, maka pihak sekolah tidak boleh memaksa.

 

Menurut Yudha, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Dana Pendidikan dan juga Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sudah jelas tentang definisi dana sumbangan pendidikan dan juga pungutan.

Dimana secara redaksional dijelaskan dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah pasal 1 ayat (4) bahwa yang dinamakan pungutan adalah sebagai berikut:

” Pungutan Pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Pungutan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan”.

Sementara yang dimaksud dana sumbangan pendidikan di dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah pasal 1 ayat 5 dijelaskan sebagai berikut:

” Sumbangan pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat
atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan”.

” Ya jelas berbeda sumbangan itu kan sukarela ya, kalau pungutan itu ada nominal yang ditentukan dan berlaku untuk semua orang tua siswa,” tegas Yudha ketika ditanya perihal perbedaan sumbangan dan pungutan.

Yudha menjelaskan, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa sekolah negeri tidak boleh melakukan pungutan. Karena sekolah negeri sudah mendapatkan dana dari pemerintah.

Sekolah negeri lanjut Yudha, hanya diperbolehkan menerima dana sumbangan pendidikan yang sifatnya sukarela, tidak mengikat dan tidak boleh ditentukan nominalnya.

Artinya, jika ada orang tua yang tidak mampu secara ekonomi dan tidak bisa memberikan dana sumbangan, maka komite dan sekolah tidak boleh memaksa. Atau jika ada orang tua siswa yang secara kemampuannya memberikan berapapun, maka pihak sekolah tidak boleh memaksa.

 

Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa sumbangan pendidikan yang diterima dari orang tua siswa berdasarkan asas sukarela itu boleh dilakukan komite sekolah.

Namun demikian, dana sumbangan pendidikan itu wajib dilaporkan komite dan sekolah secara berkala kepada orang tua siswa. Minimal dalam setiap 6 bulan sekali, dana sumbangan pendidikan itu harus dipresentasikan kepada orang tua siswa. Berapa dana yang didapat, dan untuk apa dana tersebut.

Namun kenyataannya di Kabupaten Garut ini, banyak sekolah negeri yang tidak melaporkan dana sumbangan tersebut.

” Apaagi ketika pihak sekolah dan komite sekolah melakukan penggalangan sumbangan ke orang tua siswa itu mereka harus dilaporkan minimal satu semester uang dipakai apa saja. Harus dilaporkan secara berkala dan diaudit juga,” ujarnya.

 Yudha Puja Turnawan juga mengingatkan agar pemilihan komite dilakukan secara demokratis dan transparan. Karena jangan sampai kemudian komite sekolah ini justru menjadi lembaga yang bukan memperjuangkan kepentingan orang tua siswa, melainkan justru menjadi lembaga untuk kepentingan sekolah.

 

Komite sekolah ini kata Yudha, ada sistem periodisasi. Komite menjabat selama 3 tahun sekali dan boleh dipilih kembali secara demokratis apabila ada anak mereka yang masih aktif sekolah.

Dalam Permendikbut nomor 75 tahun 2016 itu dijelaskan bahwa pembentukan komite sekolah harus melibatkan semua orang tua siswa secara demokratis dan transparan. Maksimal 50 persen mewakili orang tua siswa yang anaknya masih aktif, kemudian sisanya boleh kombinasi dari pakar pendidikan dan tokoh.

Berbeda dengan sekolah negeri, Yudha menjelaskan untuk sekolah swasta yang dibiayai orang tua siswa, mereka boleh melakukan pungutan. Karena sekolah swasta itu tidak mendapatkan porsi anggaran dari pemerintah sebesar yang didapatkan sekolah negeri.

” Kalau swasta wajar karena tidak dibiayai pemerintah walaupun mereka dapat BOS. Mereka diperbolehkan,” ujar Yudha.

Yudha Puja Turnawan berharap dalam pengumuman PPDB yang mulai dibuka tanggal 20 Juni 2023 ini, harus dibangun dengan nilai dan semangat yang baik.

” Harapan saya di PPDB ini pihak Disdik Provinsi, Disdik kabupaten, sekolah dan komite sekolah bisa secara transparan lah, kemudian dibangun sesuatu yang transparan nilai dan semangatnya. Bukan untuk pungutan tapi dibangun komunikasi yang baik,” ujarnya.

 ” Tentu memang ada kebutuhan supaya sekolah itu mutu pendidikannya bagus, tapi kemudian jangan dalih sumbangan menjadi pungutan,” tambahnya.

” Jangan sampai ada orang tua yang tidak nyumbang, anaknya kemudian malah yang seharusnya lolos digantikan oleh yang lain. Kemudian harapan saya pembentukan komite sekolah harus ada sosialisasi bahwa ith harus transparan mengundang semua orang tua siswa melalui pemilihan. Agar kita sama-sama menjaga tidak ada kongkalikong, juga agar komite tidak jadi lembaga stempel kepentingan sekolah,” tutup Yudha.

(Intan).

 

Posting Komentar

0 Komentar