Bandung.Swara Wanita Net.-
Oleh Jeremy Huang Wijaya
不要忘记历史,从历史中我们研究前世,历史必须根据事实来讲述,而不是捏造
Bùyào wàngjì lìshǐ, cóng lìshǐ zhōng wǒmen yánjiū qiánshì, lìshǐ bìxū gēnjù shìshí lái jiǎngshù, ér bùshì niēzào artinya jangan lupakan sejarah, dari sejarah kita mempelajari kehidupan masa lalu, sejarah harus di ceritakan sesuai fakta bukan rekayasa
Beberapa hari yang lalu Yayasan Sauni Harmoni pimpinan Novindra Diratara mendokumentasi kan musik tradisional yaitu Kong Ayan dan Teh Yan. Tempatnya Di Kelenteng Dewi Welas Asih jalan Pelabuhan no 2 Cirebon.
Novindra Diratara menjelaskan Yayasan Sauni Harmoni Imaji.
Sebuah yayasan yg bergerak di bidang seni budaya khususnya pendokumentasian musik tradisi.
Novindra Diratara meyakini bahwa musik tradisional memiliki Fungsi Peran utama dari lingkungan sekitar.
Kedatangan Team dari Yayasan Sauni Harmoni Imaji disambut hangat oleh Henry Pekasa Pengurus Dewi Welas Asih,.
Rombongan Yayasan Sauni Harmoni di ajak keliling Kelenteng oleh Henry Pekasa dan mendapatkan penjelasan dari Henry Pekasa tentang Sejarah Kelenteng.
Jeremy Huang Wijaya Budayawan Tionghoa Cirebon dan Sandy sebagai Narasumber
Jeremy Huang Wijaya menceritakan kedatangan masyarakat Tionghoa dari Tiongkok China telah terjadi sejak abad ke 3 Masehi. Pendeta Fai Xian dalam perjalanan pulang dari India terdampar di Jawa. Kedatangan Fai Xian ini menjadi jalur route perdagangan yang baru, terjadi hubungan dagang Kerajaan Tiongkok China dengan Kerajaan Tarumanega sejak abad ke IV Masehi, kemudian kedatangan Pendeta I Tsing abad ke 8, dan kedatangan Laksmana Cheng Ho terjadi akulturasi budaya dan Kuliner yang dibawa oleh pedagang Tiongkok China.
Mereka datang bukan hanya membawa ahli navigasi, tukang masak, dan tukang teknisi kapal tetapi juga membawa alat musik dalam perjalanan mereka untuk mengisi waktu kosong lowong seperti kecapi, suling dan erhu atau huqin. Dinamakan Huqin karena menurut mereka diperkenalkan oleh orang bar bar yang berasal dari Asia Tengah. Alat musik ini telah berusia 500 tahun sejak jaman dinasti Sung (960-1279 AD) yang kemudian berlanjut ke Zaman Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1911). Dalam kurun waktu tersebut Huqin mengalami metafora berubah bentuk dan berkembang menjadi berbagai macam jenis termasuk erhu.
Dari Erhu ini kita mengalami perubahan bentuk jadi Kong ayan atau tehyan.
kong ayan atau teh yan ini masuk ke Nusantara ketika zaman kolonial Belanda sekitar abad ke 18 digunakan pada pesta nikah.
Phoa Kian Sioe dalam tulisan nya berjudul Orkest Gambang, hasil kesenian Peranakan Tionghoa di Batavia pada masa Kapitien Der Chinezen (kepala perkampungan China) Nie Hoe Kong tahun 1736-1640 itulah awal mulanya Kong ayan digunakan ketika ada peristiwa tragedi Geger Pecinan dimana dikenal peristiwa pembantaian kali angke atau kali angke dimana masyarakat Tionghoa banyak di bantai sekitar tahun 1740 alat musik Kong ayan atau tehyan menyebar ke seluruh pelosok jawa termasuk ke Cirebon yaitu Jamblang Kabupaten Cirebon ,kota Cirebon, Losari, Brebes dan tegal.
Kong ayan dan teh yan ini alat musik gesek yang terbuat dari kayu jati dengan resonansi yang terbuat dari batok kelapa dilengkapi senar alat musik tradisional etnis Tionghoa ini menghasilkan nada nada tinggi.
Di kelenteng Tiao Kak Sie (Dewi Welas Asih) tiap malam Imlek alat musik ini selalu dimainkan. Menjadi musik pengiring bagi mereka yang melakukan sembahyang malam imlek membuat suasana jadi syahdu. Musik Kong ayan dan teh yan juga menjadi musik pengiring cap go me, mengantarkan kepergian patung patung untuk keliling dan menyambut kedatangan patung patung kembali masuk Kelenteng sesudah diarak keliling
Sesudah selesai pembuatan film dokumentasi makan bersama nasi jamblang di pelabuhan. Nasi jamblang adalah masakan tradisional. Pertama kali yang memasak nasi jamblang adalah Tan Piauw Lun untuk membuat masakan bagi para pekerja yang membangun jalan Anyer Panarukan dan Pabrik Gula Gembol pada tahun 1847
0 Komentar