Kab Cirebon.Swara Wanita Net.-Anggota DPRD Provinsi Jawa barat Daerah Pemilihan XII (Kabupaten Indramayu-Kota Cirebon-Kabupaten Cirrebo) H.Daddy Rohanady menggelar penyebarluasan Peraturan Daerah (Perda) bertempat di Kantor Desa Cempaka Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon. Jum'at (8/3/2024).
Adapun Perda yang di Sosialisasikan yaitu Peraturan Daerah (Perda) No.4 Tahun 2012 Tentang Kemandirian Pangan.
Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah, ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2012. Artinya, perda tersebut disahkan pada masa Provinsi Jawa Barat dipimpin oleh Gubernur Ahmad Heryawan.
Perda tersebut dilahirkan dengan spirit untuk menjaga ketahanan pangan daerah di Provinsi Jabar. Sebagaimana diketahui, Jabar merupakan lumbung padi nasional. Artinya, Jabar berkontribusi untuk ketersediaan stok beras secara nasional. Sempat ada masanya lumbung padi nasional di Jabar, yang paling utama adalah Kabupaten Karawang. Sekarang posisinya sudah bergeser ke Kabupaten Indramayu. Bahkan, Kabupaten Cirebon juga tetap memberikan kontribusinya dalam memasok beras.
Jika dilihat secara lebih detil, itu menunjukkan pergeseran. Mengapa atau bagaimana hal itu bisa terjadi? Salah satu masalah klasiknya adalah alih fungsi lahan.
Betapa tidak, dengan adanya jalan tol dan perkembangan industri, alih fungsi lahan tidak bisa lagi dihindari. Salah satu yang terkena dampak itu adalah Kabupaten Karawang. Akibatnya, luas lahan yang digunakan untuk kawasan pertanian pun kian tergerus.
Lahan sawah yang biasanya digunakan untuk bertanam padi pun, kini sudah banyak yang berubah menjadi perumahan. Bahkan, ada beberapa bagian yang lantas berubah menjadi kawasan pabrik.
Hal itu pasti berkonsekwensi logis pada turunnya jumlah produksi beras. Di sisi lain, Kabupaten Indramayu dan wilayah lainnya pun, pasti ada alih fungsi lahan. Hanya saja, luasnya lebih sedikit.
Jika kondisi ini terus-menerus dibiarkan, tidak mustahil ada masanya ketika semua wilayah itu akan berkurang kontribusi produksi berasnya. Tentu saja hal itu tidak bisa dibiarkan. Apalagi jika melihat perkembangan jumlah penduduk yang justru terus-menerus tidak pernah bisa dikurangi. Itu semua harus dijadikan bagian dari pertimbangan dalam menyusun program perencanaan pembangunan Provinsi Jabar.
Rencana pembangunan Provinsi Jabar salah satunya dituangkan dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2022-2042. Memang kedua perda tersebut pun harus direvisi mengingat akan direvisinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPN). RPJPD di semua provinsi haruslah mempedomani RPJPN. Dengan demikian, harus dilakukan revisi terhadap semua RPJPD di seluruh provinsi.
Jawa Barat secara serius mengatur kemandirian pangan daerah. Regulasi yang mengatur kemandirian pangan di daerah Provinsi Jawa Barat, adalah Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah.
Adapun Bab-Bab yang diatur dalam Perda tersebut adalah Ketentun Umum, Kewenangan, Perencanaan Kemandirian Pangan Daerah, Penyelenggaraan Kemandirian Pangan Daerah; Sarana dan Prasarana, Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian, Pembiayaan, Ketentuan Penutup.
Dari judul-judul bab yang ada di dalam perda tersebut, tampak jelas bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat sangat serius memperhatikan masalah kemandirian pangan daerah Provinsi Jawa Barat.
Terkait ketersediaan pangan, hal itu juga menjadi perhatian serius dalam Perda RTRW. Jika menilik apa yang dituangkan dalam Perda RTRW Provinsi Jabar, jumlah penduduk Jabar pada tahun 2042 diperkirakan sekitar 61 juta jiwa.
Untuk itu, diperlukan ketersediaan pangan yang memadai agar stok pangannya mencukupi. RTRW harus mengatur hal itu karena akan berkaitan dengan lahan yang digunakan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang mencukupi. Maka, ditetapkanlah angka luasan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
Untuk mewujudkan kemandirian pangan daerah, diperlukan kerja sama lintas sektor. Artinya, pekerjaan seperti itu tidak mungkin hanya digarap oleh satu atau dua organisasi perangkat daerah. Pekerjaan besar itu pun tidak bisa hanya ditangani oleh pemerintah Provinsi Jabar sendiri. Dibutuhkan sinergitas dengan berbagai pihak, baik pemeritah kota/kabupaten, pemerintah pusat, maupun para pemangku kepentingan lainnya, semisal perusahaan swasta.
Pada tataran implementasinya di lapangan, kemandirian pangan daerah harus pula ditunjang dengan infrastruktur pendukung yang memadai. Misalnya, saluran irigasi teknis yang mencukupi untuk seluruh luasan daerah irigasi yang ada. Jika hal ini tidak ada, rasanya agak mustahil sebuah wilayah akan memiliki kemandirian pangan.
Selain itu, ada hal yang tak kalah penting untuk mewujudkan kemandirian pangan daerah. Inovasi sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu wilayah guna meningkatkan produksi pangan. Dulu orang lebih mengenal konsep intensifikasi dan ekstensifikasi.
Salah satu penunjang keberhasilan dalam hal ini adalah inovasi. Inovasi jangan ditafsirkan secara sempit, karena bisa dilakukan di berbagai tahap. Misalnya, pemilihan bibit unggul. Dengan jumlah bibit yang sama, jika menggunakan bibit unggul akan menghasilkan produksi yang lebih banyak dan kualitasnya lebih baik. Bisa juga digabungkan dengan pemanfaatan keterbatasan lahan yang tersedia.
Kini bertanam padi tidak melulu hanya harus memanfaatkan sawah berhektar-hektar. Dengan mengoptimalkan lahan yang ada, sekali lagi tidak mesti sawah, tetapi bisa dihasilkan beberapa jenis tanaman pangan. Tentu saja salah satunya karena inovasi dengan memanfaatkan bibit unggul.
Persoalan lain yang dihadapi saat ini adalah kurangnya minat menjadi petani. Lihatlah rata-rata usia petani kita. Mereka rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Lalu bagaimana keberlanjutan pertanian kita? Oleh karena itu, Jabar pada era Gubernur Ridwan Kamil pernah berusaha mencetak petani milenial. Namun program tersebut pun belum nyata benar hasilnya.
Berbagai persoalan memang menyelimuti dunia pertanian kita. Tidak aneh jika musim tanam (MT) kita masih kurang baik-baik saja. Masih sangat sedikit wilayah Jabar yang memiliki MT dua koma lima atau lebih. Hal itu pasti akan sangat berpengaruh pula pada nilai tukar petani (NTP). Sepanjang NTP masih rendah, rasanya sangat sulit menarik minat generasi muda menjadi petani.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebijakan terkait pupuk. Petani kerap kali mengeluhkan soal pupuk. Di beberapa wilayah petani mengeluhkan sulit memperoleh pupuk. Selain harganya mahal, pupuk kita lebih sering sulit ditemukan. Jadi, selain mahal, langka pula. Padahal, ada salah satu pabrik pupuk yang lokasinya di Jawa Barat.
Masihkah Jawa Barat bisa menjadi lumbung padi nasional?
0 Komentar