Membebaskan Palestina Butuh Aksi Nyata
Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md.
Pendidik Generasi
Palestina masih berduka dan kembali menelan korban atas penjajahan Zionis. Anak-anak sekolah beserta para guru dan staf pun menjadi serangan brutal tersebut.
Kementerian Pendidikan Palestina melaporkan pada 29 Oktober 2024 lalu, lebih dari 11.825 pelajar tewas akibat serangan brutal Zionis di Palestina sejak 7 Oktober 2023.
Pengajar dan staf yang ada di lembaga pendidikan pun tak luput dari serangan tersebut. Sebanyak 441 guru dan staf sekolah terbunuh di Gaza dan 2.491 lainnya luka-luka. Dua staf sekolah tewas di Tepi Barat, 17 luka-luka dan 139 lainnya ditahan.
Selain itu, serangan brutal Zionis telah merusak ratusan infrastruktur pendidikan di Palestina. Di Gaza, ada 406 sekolah yang mengalami kerusakan.
Tempat pengungsian orang-orang Palestina tak luput dari serangan brutal Zionis. Tempat tersebut dibuat hancur dan menewaskan sedikitnya sembilan orang. (Detikedu, 1-11-2024)
Kejahatan Perang Telah Terjadi
Zionis terus melancarkan serangan brutalnya di Jalur Gaza dalam setahun ini dan telah menewaskan lebih dari 43.000 orang dan melukai lebih dari 101.200 lainnya. Sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak. Miris. Hal ini tentu saja melanggar hukum perang berdasarkan International Humanitarian Law (IHL), di antara poinnya yaitu masyarakat tidak boleh diserang. Hal ini bisa disebut dengan kejahatan perang, karena melakukan penyerangan terhadap sipil.
Sekolah-sekolah banyak yang rusak dan guru banyak yang syahid. Hal tersebut membuat anak-anak Palestina tidak lagi mendapatkan pendidikan yang layak, serta sarana prasarana dan kurikulum yang layak. Sungguh bentuk kekejian yang nyata. Bantuan yang nyata tetap tidak diberikan dunia kepada Palestina. Padahal, berbagai kecaman sama sekali tak mampu menghilangkan penjajahan itu. Berbagai macam negoisasi, perjanjian, perdamaian, hingga solusi dua negara, tidak dapat menyelesaikan persoalan Palestina.
Makna Persaudaraan
Di sisi lain, Zionis mendapatkan dukungan dari AS secara terus menerus, untuk mengalahkan Palestina. Mati rasanya para penguasa negeri muslim membuat warga Palestina menderita dalam waktu yang lama. Tidakkah tergerak hati para pemimpin muslim untuk memobilisasi pasukan militernya dan berjihad membebaskan Palestina dari cengkeraman pendudukan Zionis? Pengkhianatan mereka terhadap muslim Palestina makin nyata, padahal Rasulullah saw. bersabda bahwa umat Islam itu satu tubuh, jika ada salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit juga. Serta umat Islam adalah saudara, jika ada saudara muslim yang teraniaya, maka saudara muslim lainnya akan membebaskannya dari penganiayaan tersebut.
Makna persaudaraan dalam sistem sekularisme kapitalisme telah mati. Sebab, makna persaudaraannya bukan atas dasar iman dan Islam. Mereka lebih mencintai kedudukan dan kekuasaan daripada nasib saudaranya sendiri. Rasa nasionalisme yang lahir memberikan sekat untuk peduli pada sesama saudara seakidah, serta hilangnya empati. Palestina berjuang sendiri tanpa bantuan negara tetangga sekelilingnya. Namun, Palestina tidak pernah menyerah, senantiasa mempertahankan tanah air mereka dari serangan penjajah. Persoalan Palestina tidak akan selesai tanpa kepemimpinan Islam yang satu, yang dapat mempersatukan seluruh umat muslim dalam satu barisan. Sebagaimana Islam pernah berjaya selama 14 abad lamanya menjadi mercusuarnya dunia. Dunia damai dan tentram serta rakyatnya hidup sejahtera. Akidah Islam yang menjadi pemersatu seluruh bangsa. Hukum syarak yang menjadi standar berpikir dan bersikap, rida Allah Swt. yang menjadi cita-cita tertinggi. Alhasil, umat Islam menjadi umat yang solid, independen, berwibawa, dan ditakuti musuh-musuhnya.
Sikap para pemimpin Islam terhadap Palestina tidak pernah berubah dari masa ke masa. Ketika Perjanjian Umariyah ditandatangani dan kunci gerbang Al-Quds diserahkan oleh Uskup Patrick Safronius kepada Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam menjaga amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Sikap ini kemudian diwariskan ke generasi setelahnya. Suatu waktu, pemimpin Zionis menawarkan bantuan uang asal menyerahkan tanah Palestina. Pemimpin Islam saat itu tidak sudi berbagi meskipun sejengkal saja. Sejak kejayaan Islam runtuh, umat Islam kehilangan perisai penjaganya. Tanah kaum muslim dicabik-cabik menjadi lebih dari 50 negara bangsa, termasuk tanah Palestina. Sejak saat itulah, umat Islam terpecah belah, hidup dalam cengkeraman musuh Islam.
Khatimah
Kesadaran umat harus dibangun, apa yang menjadi akar persoalan dan solusi hakiki untuk membebaskan Palestina. Penerapan sistem sekularisme kapitalismelah yang menjadi akar persoalan Palestina dan dunia. Sistem yang dibuat dari kejeniusan manusia sudah rusak dari sejak lahirnya. Telah nyata kerusakan dan merusaknya yang diciptakan sistem ini.
Umat harus lebih gencar mendorong penguasa negeri muslim untuk memobilisasi pasukan militer mereka dan berjihad melawan Zionis. Tidak cukup dengan kecaman, negoisasi, diplomasi ataupun bantuan makanan atau obat-obatan yang hanya sementara. Ibarat luka diobati, lalu dilukai lagi.
Penjajahan wilayah muslim tak akan terjadi jika umat memiliki pelindung yakni sebuah institusi yang akan membebaskan dunia termasuk Palestina dari segala bentuk penjajahan. Umat Islam harus berjuang untuk membangun kesadaran akan kebutuhan adanya institusi tersebut dan berjuang bersama untuk menegakkannya.
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Bukhari dan Muslim).
Wallahualam bissawab
0 Komentar