PERANAN EVOLUSI MIKROB DALAM MENUNJANG KEHIDUPAN DI BUMI


PERANAN EVOLUSI MIKROB DALAM 
MENUNJANG KEHIDUPAN DI BUMI

 

Noer Syahbani , Eufrasia Elaine Rosalie , Ivone Wulandari B, Lalita Hanief

 

Fenomena pemanasan global, yang kian mengancam keseimbangan iklim di Bumi, mengajak kita merenung dari sudut pandang filsafat sains tentang bagaimana manusia memahami alam dan peran mereka dalam sistem ekosistem yang lebih besar. Meningkatnya suhu global, penipisan lapisan ozon, dan dampak langsung lainnya yang dihasilkan dari tindakan manusia menunjukkan bahwa pemanfaatan pengetahuan ilmiah seringkali mengabaikan dampaknya pada kelestarian Bumi. Pendekatan ini menuntut peninjauan ulang, yang dalam filsafat sains dapat kita lihat sebagai titik di mana perkembangan ilmu pengetahuan seharusnya diarahkan untuk kesejahteraan bersama, bukan sekadar memenuhi keinginan manusia yang tak terbatas.

 

Mengulas kembali sejarah Bumi sejak awal penciptaan kehidupan, dari bentuk sel tunggal hingga kompleksitas ekosistem saat ini, menunjukkan adanya keteraturan alami yang seimbang. Teori "Sup Purba" oleh Oparin, yang menggambarkan terbentuknya molekul-molekul organik sebagai dasar kehidupan, mengingatkan kita bahwa kehidupan dan keteraturan di alam telah berkembang melalui proses alami, tanpa campur tangan manusia. Konsep ini sejalan dengan gagasan bahwa manusia bukanlah pusat dari alam semesta melainkan bagian dari sistem alam yang harus dihormati.

 

 

Gambar 1. Gambaran umum evolusi biologi, perubahan geokimia Bumi, dan diversifikasi metabolik mikrob (Madigan et al. 2020).

 

Kondisi purba Bumi yang ekstrem, dengan radiasi UV tinggi dan panas yang tidak bersahabat, membuka wawasan bagi manusia untuk memahami bahwa kehidupan muncul bukan dari lingkungan yang ramah, tetapi justru dari perjuangan untuk beradaptasi. Evolusi organisme purba yang beradaptasi dengan lingkungan hidrotermal laut dalam adalah contoh resilien yang luar biasa, yang patut dijadikan inspirasi bagi manusia modern

 

                         B                                   

Gambar 2. (A) Skematis dan kemungkinan keterkaitan antara asal-usul kehidupan pada gundukan tanah laut dalam. (B) Kehidupan mikrob purba melalui pencitraan Scanning Electron Microscope (SEM) (Madigan et al. 2020).

Penemuan mengenai mikroorganisme termofilik yang berasosiasi dengan sistem hidrotermal dalam menyimpan dan memanfaatkan energi menunjukkan bahwa kerja sama dalam sistem alam telah berlangsung jauh sebelum manusia hadir. Melalui pemikiran Thomas Kuhn mengenai perubahan paradigma, mengajarkan kita bahwa evolusi sains bukan hanya terjadi melalui persaingan gagasan, tetapi juga dari kolaborasi yang memajukan pemahaman bersama. Interaksi mikroba dengan lingkungan ekstrim juga menyadarkan kita bahwa sains dapat memanfaatkan alam tanpa harus merusaknya, asalkan prinsip keseimbangan tetap dijaga.

Sejarah evolusi juga menyajikan endosimbiosis sebagai kunci dalam pembentukan sel eukariot yang kompleks. Proses ini, di mana satu organisme hidup dalam sel inang, menunjukkan pentingnya simbiosis sebagai prinsip dasar dalam perkembangan kehidupan. Relasi mutualistik, seperti yang ditemukan pada hubungan mikoriza antara jamur dan tanaman, memberikan pandangan bahwa evolusi tidak hanya didorong oleh seleksi alam yang bersifat kompetitif, tetapi juga oleh koeksistensi yang saling mendukung. Melalui paradigma ini, kita melihat bahwa keterkaitan dalam ekosistem adalah cerminan dari pandangan holistik yang menganggap alam sebagai satu kesatuan yang saling bergantung. Filsafat sains mengajarkan bahwa, sebagai bagian dari ekosistem, manusia harus memahami bahwa hidup berdampingan dengan alam bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan untuk menjaga keberlanjutan.

     

 

Gambar 3a. Teori Endosimbion                 3b. Simbiosis Mutualisme Cendawan

 

 

 

 

Manusia, yang baru muncul dalam hitungan "detik" dalam sejarah Bumi, kerap lupa bahwa Bumi telah bertahan dalam keseimbangan yang harmonis selama miliaran tahun. Mikroorganisme telah ada jauh sebelum manusia dan berhasil mempertahankan ekosistem tanpa merusak alam. Dalam filsafat sains, ini menandakan bahwa kehadiran manusia harusnya membawa perbaikan, bukan kerusakan. Sejarah ini juga menunjukkan bahwa meski teknologi memudahkan kehidupan manusia, perubahan yang dihasilkan tetap harus memperhatikan keberlanjutan.

Terakhir, revolusi ilmiah yang melahirkan sains modern telah memberikan manusia kekuatan besar dalam memahami dan mengendalikan alam. Namun, filsafat sains menyatakan bahwa pengetahuan bukan sekadar kekuasaan, melainkan juga tanggung jawab untuk memanfaatkannya secara bijaksana. Jika manusia tidak segera merefleksikan tindakan mereka terhadap alam, seperti yang ditunjukkan dalam krisis ozon, kerusakan yang terjadi mungkin akan sulit diperbaiki. Filsafat sains menuntut manusia untuk kembali menyeimbangkan hasrat mereka dengan kelestarian Bumi, mengingat bahwa ilmu pengetahuan yang sejati harus berpihak pada kebaikan seluruh ekosistem.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Archibald JM. 2015. Endosymbiosis and eukaryotic cell evolution. Curr Biol. 25(19):R911–R921. doi:10.1016/j.cub.2015.07.055.

Barea JM, Palenzuela J, Cornejo P, Sánchez-Castro I, Navarro-Fernández C, Lopéz-García A, Estrada B, Azcón R, Ferrol N, Azcón-Aguilar C. 2011. Ecological and functional roles of mycorrhizas in semi-arid ecosystems of Southeast Spain. J Arid Environ. 75(12):1292–1301.doi:10.1016/j.jaridenv.2011.06.001.

Bennett GM, Kwak Y, Maynard R. 2024. Endosymbioses have shaped the Evolution of biological diversity and complexity time and time again. Genome Biol Evol. 16(6). doi:10.1093/gbe/evae112. http://dx.doi.org/10.1093/gbe/evae112.

Bodył A, Mackiewicz P, Ciesála J. 2017. Endosymbiotic theory: Models and challenges ☆. In: Reference Module in Life Sciences. Elsevier.

Brundrett MC. 2009. Mycorrhizal Associations and Other Means of Nutrition of Vascular Plants: Understanding the Global Diversity of Host Plants by Resolving Conflicting Information and Developing Reliable Means of Diagnosis. Plant Soil. 320: 37-77.

Chan CX, Bhattacharya D. 2010. The origin of plastids. Nat Educ. 3(9):84.

Corliss JB, Dymond J, Gordon LI, Edmond JM, von Herzen RP, Ballard RD, Green K, Williams D, Bainbridge A, Crane K, et al. 1979. Submarine thermal springs on the Galápagos rift. Science. 203(4385):1073–1083. doi:10.1126/science.203.4385.1073.

Dani SW, Salminawati. 2022. Perkembangan filsafat sains pada zaman renaisance. https://ijsr.internationaljournallabs.com/.

Demoulin CF, Lara YJ, Cornet L, François C, Baurain D, Wilmotte A, Javaux EJ. 2019. Cyanobacteria evolution: Insight from the fossil record. Free Radic Biol Med. 140:206–223.doi:10.1016/j.freeradbiomed.2019.05.007.http://dx.doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.2019.05.007.

Gray MW. 2012. Mitochondrial evolution. Cold Spring Harb Perspect Biol. 4(9):a011403–a011403.doi:10.1101/cshperspect.a011403.http://dx.doi.org/10.1101/cshperspect.a011403.

Holm NG. 1992. Why are hydrothermal systems proposed as plausible environments for the origin of life? In: Marine Hydrothermal Systems and the Origin of Life: Report of SCOR Working Group 91 (pp. 5-14). Dordrecht: Springer Netherlands.

Kitadai N, Maruyama S. 2018. Origins of building blocks of life: A review. Geosci Front. 9(4):1117–1153. doi:10.1016/j.gsf.2017.07.007.

Kuhn TS, Hawkins D. 1963. The structure of scientific revolutions. Am J Phys. 31(7):554–555. doi:10.1119/1.1969660.

Madigan M, Bender K, Buckley DH, Sattley WM, Stahl D. 2020. Brock biology of microorganisms. 16th ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson.

Maruyama S, Ikoma M, Genda H, Hirose K, Yokoyama T, Santosh M. 2013. The naked planet Earth: Most essential pre-requisite for the origin and evolution of life. Geosci Front. 4(2):141–165. doi:10.1016/j.gsf.2012.11.001.

 

Mast FD, Barlow LD, Rachubinski RA, Dacks JB. 2014. Evolutionary mechanisms for establishing eukaryotic cellular complexity. Trends Cell Biol. 24(7):435–442. doi:10.1016/j.tcb.2014.02.003.

Mulkidjanian AY, Bychkov AY, Dibrova DV, Galperin MY, Koonin EV. 2012. Origin of first cells at terrestrial, anoxic geothermal fields. Proc Natl Acad Sci U S A. 109(14):E821-30. doi:10.1073/pnas.1117774109.

Nisbet EG, Sleep NH. 2001. The habitat and nature of early life. Nature. 409(6823):1083–1091. doi:10.1038/35059210.

Oborník M. 2019. Endosymbiotic evolution of algae, secondary heterotrophy and parasitism. Biomolecules. 9(7):266. doi:10.3390/biom9070266.

Ohotomo Y, Kakegawa T, Ishida A, Nagase T, Rosing MT. 2014. Evidence for biogenic graphite in early Archean Isua metasedimentary rocks. Nat Geosci. 7:25-28.

Oparin AI. 1959. Biochemical processes in the simplest structures. In: The Origin of Life on the Earth. Elsevier. p. 428–436.

Purnomo H. 2021. Filsafat sains, intelektualisme dan riset untuk perubahan. Jakarta (ID): Kompas.

Raymond J, Segrè D. 2006. The effect of oxygen on biochemical networks and the evolution of complex life. Science. 311(5768):1764–1767. doi:10.1126/science.1118439.

Sánchez-Baracaldo P, Cardona T. 2020. On the origin of oxygenic photosynthesis and Cyanobacteria. New Phytol. 225(4):1440–1446. doi:10.1111/nph.16249.

Santosh M, Arai T, Maruyama S. 2017. Hadean Earth and primordial continents: The cradle of prebiotic life. Geosci Front. 8(2):309–327. doi:10.1016/j.gsf.2016.07.005.

Schrenk MO, Brazelton WJ, Lang SQ. 2013. Serpentinization, carbon, and deep life. Rev Miner Geochem. 75(1):575–606. doi:10.2138/rmg.2013.75.18.

Sibbald SJ, Eme L, Archibald JM, Roger AJ. 2020. Lateral gene transfer mechanisms and pan-genomes in eukaryotes. Trends Parasitol. 36(11):927–941. doi:10.1016/j.pt.2020.07.014.

Wahyuni H, Suranto. 2021. Dampak deforestasi hutan skala besar terhadap pemanasan global di Indonesia. J Ilmiah Ilmu Pemerintahan. 6(1):148-162.

Warouw VRP, Kainde RP. 2010. Populasi jamur mikoriza vesikular arbuskular (MVA) pada zone perakaran jati. Eugenia. 16 (1) : 38 – 45.

 

 

 




 

 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Posting Komentar

0 Komentar